Mengenal Tongue Tie

 

Sebenarnya, 'lidah pendek' atau yang sering dikenal dengan istilah tongue tie pada bayi adalah untuk menggambarkan gangguan frenulum, yaitu jaringan ikat yang menghubungkan dasar lidah dengan ujung lidah bagian bawah (tali lidah). Tali ini bisa tebal dan kurang elastis, ataupun tipis dan elastis.  Bila mengalami kelainan ini, bentuk lidah bayi dapat menyerupai ‘jantung’ pada saat dijulurkan.

“Kondisi ini memang akan membatasi gerakan lidah beberapa bayi, sehingga ia akan mengalami kesulitan menyusu. Hal ini dikarenakan bayi tidak mampu mengeluarkan ASI, sebab lidahnya tidak dapat dijulurkan untuk 'menekan' areola atau latch on dengan sempurna,” jelas dr. Asti. Akibatnya, ASI yang dihisap hanya sedikit dan kenaikan berat badannya juga tidak normal. Cara menyusunya juga dapat mengakibatkan puting ibu terluka.

Keturunan atau gangguan?
Hingga kini, umumnya tongue tie lebih sering dialami oleh bayi laki-laki dibandingkan perempuan, dan faktor keturunan juga berperan dalam hal ini. Biasanya jika ada salah satu atau kedua orangtuanya mengalami cadel. Jenis gangguan ini pun bervariasi, mulai dari yang ringan hingga berat

Apa saja dampaknya?
Bila bayi tidak leluasa menggerakkan lidahnya, maka proses menyusunya pun menjadi tidak efektif. Dalam kondisi ini, bayi akan berupaya keras untuk menekan puting payudara ibu dan menghisapnya, namun udara yang terhisap justru lebih banyak daripada ASI. Dampak jangka pendeknya, ia menjadi rentan mengalami kolik sedangkan ibu akan mengalami luka pada puting payudara yang dapat ‘menyurutkan’ kepercayaan diri untuk terus memberikan ASI.

Jika kondisi ini berlangsung terus-menerus, ibu dan bayi bisa semakin frustasi. Dampak jangka panjangnya, bayi kurang mendapatkan asupan nutrisi dari ASI dan perkembangan berat badannya pun tidak berjalan semestinya, sehingga akan mengganggu proses tumbuh kembangnya kelak.

Tongue tie juga kerap dikaitkan dengan dampak jangka panjang lainnya, yaitu menyebabkan keterlambatan bicara. Padahal, tidak semua kasus tali lidah pendek akan secara langsung berdampak seperti itu. Perlu diketahui bahwa keterlambatan bicara juga bisa disebabkan karena kurangnya stimulasi yang diberikan orangtua kepada buah hatinya, seperti interaksi, latihan bicara, dan sebagainya. Untuk kelainan tali lidah pendek, kemungkinan lainnya adalah dapat menyebabkan kesalahan artikulasi kata-kata, terutama pada penyebutan beberapa huruf yang membutuhkan gerakan lidah ke atas, seperti huruf R, L dan lainnya. Tingkat keparahan artikulasi ini pun bervariasi, bisa sangat jelas atau bahkan sama sekali tak terdengar.

Perlukah tindakan operasi?
Pada sebagian besar bayi, kelainan itu akan hilang dengan sendirinya seiring pertumbuhan bayi dan perkembangan kemampuannya untuk menjulurkan lidah.  Namun, ada beberapa kondisi yang dipertimbangkan oleh dokter sebelum melakukan tindakan operasi. Kondisinya bisa dibedakan dari tipis atau tebalnya jaringan ikat bagian bawah lidah. Lalu posisinya, apakah tampak terikat menyatu dengan dasar mulut atau tidak, dan seberapa besar kondisi tersebut dapat mengganggu tumbuh kembang serta fungsi oral motorik anak kelak.

Selain itu, ada pula pertimbangan berdasarkan fase laktogenesis (produksi ASI). Pada fase laktogenesis kedua yang terjadi di delapan hari pertama kehidupan bayi, produksi ASI umumnya akan melimpah dan masih mudah keluar dari payudara Anda. Namun, di fase ketiga (setelah 8 hari) produksi ASI sangat bergantung pada kemampuan menghisap dan pelekatan bayi. Demi mengurangi risiko hambatan menyusu dan menyusui yang disebabkan oleh tongue tie, maka dokter akan mendiskusikan kepada orangtua bayi dan mungkin saja menyarankan tindakan operasi.

Faktanya, dokter spesialis sudah bisa melihat adanya kelainan tali lidah pendek sejak hari pertama kehidupan bayi. Tidak semua kasus tounge tie memerlukan tindakan. Apabila bila bayi masih dapat menyusu dengan baik, kenaikan berat badannya baik, dan tidak terdapat keluhan dari ibu (misalnya, terjadi lecet pada puting).

Bagaimana proses operasinya?
Tindakan operasi tali lidah pendek disebut frenotomy, yaitu pemotongan atau pengirisan pada frenulum, tanpa jahitan. Prosedur operasi kecil ini minim risiko, sederhana dan cepat, hanya berlangsung tak lebih dari 10 detik. Luka dan perdarahan yang ditimbulkan pun tidak besar dan bisa cepat sembuh berkat pemberian ASI kembali.
Dalam prosesnya, bayi akan dibedong agar tidak menggeliat ketika operasi berlangsung. Kemudian dokter akan memberikan bius jenis spray, sebuah metode pembiusan yang sangat ringan. Selanjutnya dilakukanlah pemotongan frenulumnya. Seperti dilansir dalam UNICEF, rata-rata bayi akan menangis selama 15 detik setelah operasi, dan beberapa lainnya langsung tertidur.

Setelah operasi, bayi juga bisa langsung disusui. Namun, bila Anda khawatir karena payudara masih terasa sakit, Anda bisa memberikan ASI dengan menggunakan sendok selama 1 hingga 2 hari atau melalui proses suplementasi. Setelahnya, frekuensi menyusu akan meningkat dan berjalan normal. Bila Anda menemukan adanya semacam patch berwarna putih di bawah lidahnya, tak perlu khawatir, karena bagian dalam mulut bayi punya mekanisme penyembuhan bekas luka dengan cepat.  Mervyn Griffiths, konsultan dan ahli bedah anak di Southampton Children’s Hospital, Inggris, mengatakan bahwa aroma ibu dan ASI merupakan obat penghilang rasa sakit yang paling dibutuhkan bayi. Jadi, teruskanlah memberikan ASI kepada bayi Anda.

Terakhir, dokter memberikan stimulasi senam lidah untuk bayi sekaligus mengajarkannya kepada Anda , fungsinya untuk mengurangi kemungkinan menempelnya kembali frenulum yang telah dipotong. “Pertimbangan pemberian stimulasi senam lidah juga bertujuan melatih mobilitas lidah bayi, karena sebenarnya tongue tie yang dialami sudah berlangsung sejak janin,” jelas dr. Asti.  Gerakannya mudah, hanya membantu bayi Anda menggerakan lidahnya ke kiri-kanan dan atas-bawah secara lembut dengan jemari Anda.

KONSULTASI DR. ASTI PRABORINI, SpA, IBCLC, KONSULTAN/KETUA TIM LAKTASI RSIA KEMANG MEDICAL CARE, JAKARTA.


(YDS/ERN)

 



Artikel Rekomendasi