She's My Rainbow Baby

 

Dok.Pribadi


Kedua mata Kasha Kartohadiprodjo selalu berbinar, dan senyumnya tidak pernah tidak mengembang, setiap kali membicarakan Kiyandara Srimeka Adil, yang lebih dari setahun lalu hadir di antara dirinya dan Ari Adil, suaminya.“She is my rainbow baby,” kata wanita usia 40 tahun ini.

Rainbow baby, atau bayi pelangi, merupakan istilah yang digunakan orang tua untuk anak yang hadir sesudah peristiwa keguguran, kelahiran dengan bayi yang tidak selamat, kematian bayi tidak lama sesudah melahirkan, atau kehilangan anak ketika masih balita. Sama seperti pelangi, yang memberikan warna dan kegembiraan setelah badai lebat, begitu arti Kira – sapaan Kiyandara – bagi Kasha dan Ari.

Perjuangan pasangan suami istri yang telah menikah selama 11 tahun itu untuk mendapatkan anak memang luar biasa panjang,  berliku, dan pernuh air mata. Segala upaya sudah dilakukan oleh mereka berdua, mulai dari tindakan medis, seperti inseminasi dan bayi tabung, bahkan sampai yang alternatif, “Pijat ini itu, akupunktur, minum jamu, minum protein, ke ahli gizi… ah, sudah segala macam. Dan tidak cuma di Jakarta, tetapi juga ke Singapura, Kuala Lumpur, Bangkok.”

Kasha sebenarnya sempat hamil 4 bulan, saat usia perkawinannya memasuki tahun kedelapan,tapi lantas keguguran. “Nangisnya sampai guling-guling. Saya  pergi umroh untuk minta diberi anak oleh Tuhan,” lanjutnya.

Usaha Kasha dan suaminya untuk mendapatkan Kira waktu itu sebenarnya diniatkan menjadi yang terakhir.Seandainya gagal, mereka pun sudah bertekad untuk mengadopsi anak. “Realistis juga, tidak mungkin badan terus-terusan disuntik hormon, kan?” kata Kasha.

Namun Tuhan rupanya punya rencana yang indah untuk Kasha dan Ari. Kira pun hadir menyemarakkan hidup mereka berdua. “Saking excited-nya, waktu Kira mau lahir, saya sampai bela-belain mencuci sendiri semua perlengkapan Kira yang saya beli, seperti baju, mainan, dll, lantas dijemur, baru disimpan di lemari,” cerita Kasha.

Namun, menjadi ibu untuk pertama kali, di usia yang tak lagi muda, juga merupakan perjuangan luar biasa buat Kasha. Apalagi, ia mengaku, termasuk tipe ibu yang punya kekhawatiran berlebihan. “ Kira lahir dengan berat 2,4kg. Minum susunya lancar, sih,  tapi pas umur 3 bulan, saya sempat panik  dengan kemungilan Kira, jangan-jangan underweight atau kurang gizi,” kata Kasha, kemudian menjejali Kira dengan susu, sampai anak itu tak mau buka mulut.

Kasha bertambah panik, apalagi Kira kemudian mengalami susah buang air besar. Anak itu pun segera dilarikan Kasha ke dokter. “Dokternya cuma ketawa dan bilang, anaknya nggak apa-apa, kok. Kamu, sih, maksa ia minum susu, jadi anaknya nggak mau buka mulut,” cerita Kasha. “Memang, setiap kali Kira nangis, selalu saya kasih susu. Setiap satu jam Kira juga harus minum susu sekian milliliter. Bahkan malam hari, setiap 2 jam saya bangunkan Kira untuk minum susu, meski ia tidak minta, karena takut ia kurang susu dan malah tambah kecil badannya. Target gitu, lho.”

Mengikuti saran dokter, sejak kejadian itu, Kasha tidak lagi memaksa Kira minum susu. “Kalau lapar, Kira juga pasti mau minum susu, kata dokternya. Ternyata, memang benar, setelah tidak dipaksa, Kira juga lebih gampang minum susu,” tambahnya.

Kasha sendiri mengakui kalau dirinya agak berlebihan soal itu, “Kata Mama, saya jangan terlalu berlebihan begitu.Tapi, ya, bagaimana lagi. Sudah dikasih Tuhan cuma satu, susah dapatnya pula, kalau tidak dirawat dan diberikan yang terbaik, tuh, rasanya berdosa.”

Oleh karena itu, walaupun Kasha memiliki seorang baby sitter yang telah ia percayai untuk membantu mengasuh Kira, ia tetap berusaha selalu ada di samping Kira, dan turut mengurus kebutuhan sehari-harinya.  “Setidaknya, sebagai ibu, saya bisa melakukan perawatan yang basic, seperti memandikan, menidurkan, menyuapi, dan memberinya  susu. Saya usahakan memandikan Kira setidaknya sekali dalam sehari. Jadi saya juga bisa langsung tahu, kalau ada apa-apa di badan Kira,” kata Kasha. “Support system ada, tetapi tetap harus bisa mengerjakan semua sendiri. Karena kalau tidak, by the time mereka tidak ada, saya bisa kelabakan.”

Meski bertekad untuk selalu memberikan yang terbaik untuk putrinya, termasuk mulai mengikutsertakan Kira ke les renang dan kelas bermainan untuk mengasah kemampuan motorik dan sosialnya, namun Kasha tidak ingin Kira tumbuh menjadi anak yang manja. Bahkan, ibu Kasha sempat melarang cucunya itu dipanggil dengan sebutan cantik. “Menurutnya, panggilan itu bisa membuat Kira terbiasa berpikir bahwa cantik itu yang terpenting. Padahal, ada banyak hal di dunia ini yang lebih penting daripada kecantikan,” lanjut Kasha. “Papanya, sih, yang lebih memanjakan Kira, mungkin karena ia sehari-hari juga bekerja, sehingga jarang menghabiskan waktu dengan Kira, kecuali saat akhir pekan.”

Harapan Kasha cuma satu, agar Kira bisa menjadi anak yang berguna buat sesamanya. “Karena saya banyak dipaksa sewaktu kecil, jadi saya tidak terlalu ingin Kira mengalami hal serupa, dipaksa melakukan ini itu. Disesuaikan saja lah dengan perkembangannya,” tutur Kasha.

(IS/WIT)

Baca Juga:
Ternyata, Plak Gigi Bisa Bikin Susah Hamil
Penyebab Dan Ciri Gangguan Ovarium
Faktor Penting Yang Memengaruhi Kualitas Sel Telur


 

 



Artikel Rekomendasi