Mengatasi Perbedaan Gaya Asuh Anda dengan Orang Tua Anda

 

pixabay

Anda menetapkan bahwa si kecil harus  makan di meja makan, tidak sambil bermain atau berlari-lari. Tapi orang tua yang tinggal serumah tak keberatan si kecil makan sambil bermain dan berlari-lari,  di taman lagi. Alasannya karena ia melihat dengan cara itu cucunya jadi  suka makan. Sementara Anda ingin membiasakan si kecil mengenal waktu dan tempat makan agar ia terbiasa dengan disiplin. Jadilah Anda pun bersitegng dengan orang tua!

Ketegangan Anda dengan orang tua dalam mengasuh anak, bisa jadi akan terus berlangsung.  Masalahnya, hal tersebut akan berpengaruh pada kondisi  psikologis anak karena tinggal di bawah asuhan yang memiliki standar ganda. Ia, tentu saja akan memilih aturan  yang lebih “aman dan menyenangkan” untuknya lantas cenderung menjadi sulit diatur.

Sebagai Ibu, Anda tentu saja tak ingin itu terjadi. Lalu bagaimana cara cerdas mengatasi situasi ini?

“Makanan si kecil nggak habis dan banyak tersisa”
Versi Bunda: “Jika si kecil sudah mulai bisa memegang dan memasukkan makanan ke dalam mulut, saya akan membiarkannya makan sendiri walaupun itu berarti makanan akan berceceran dan berantakan. Kalau makanannya tidak habis, ya nggak apa-apa, kalau lapar  dia akan memberikan sinyal bahwa ia lapar. Saya tinggal memberinya camilan.”

Versi Nenek: “Melihat si kecil mencoba makan sendiri, saya kurang nyaman. Ia harus berusaha supaya makanan masuk ke dalam mulut, makanan pun juga tumpah berantakan. Belum lagi waktu yang dibutuhkan lebih lama dan ia jadi tidak menghabiskan semua makanan.  Lebih baik disuapi agar cepat selesai. Cukup membujuknya untuk membuka mulut, dan saya tinggal menyendokkan makanan.”

Kata Psikolog: “Ketika waktu makan tiba, ajak si kecil dan nenek untuk makan bersama di meja makan. Berikan porsi secukupnya untuk si kecil dan jika balita Anda memang belum mahir menyuap makanan serta menimbulkan kekacauan, tidak apa, biarkan dia bereksperimen dengan makanannya. Namun, sesekali suapi anak agar gizinya tetap terpenuhi dan eyang juga merasa tenang.”

“Saat anak jatuh menangis,  neneknya malah menyalahkan meja atau lantai yang membuatnya terjatuh….”
Versi Bunda: “Saya tidak suka jika neneknya bersikap demikian. Menurut saya hal ini akan membuat si kecil menjadi tidak hati-hati dan sulit mengakui kesalahan kelak.”

Versi Nenek: “Saya terbiasa seperti ini karena ini salah satu cara ampuh mendiamkan cucu. Saat melakukannya saya sambil berlakon seakan meja itu hidup dan bisa mengerti apa yang saya perintahkan sehingga cucu saya terhibur dan tak menangis lagi. Lagipula, anak terjatuh dan menangis masa malah dimarahi. Aneh-aneh saja.”

Kata Psikolog: “Saat bersikap demikian, sebenarnya nenek dalam keadaan panik dan kalimat tersebut merupakan usahanya untuk meredam kepanikannya. Jelaskan saja padanya, tak perlu panik saat si kecil menangis karena terjatuh sebab ia hanya kaget. Lebih baik, hal pertama yang dilakukan oleh Bunda atau Nenek, segera cek kondisi si kecil, apakah terluka atau tidak.”

 “Baru panas sedikit, sudah harus mengonsumsi obat….”
Versi Bunda: “Semakin majunya dunia digital maka informasi semakin mudah saya peroleh. Hal ini membuat saya tidak lagi terburu-buru membawa anak ke dokter jika sakitnya tidak berat. Sebab saya tidak ingin anak saya sedikit-sedikit mengonsumsi obat.”

Versi Nenek: “Tidak tega melihat cucu lemas karena sakit. Saya ingin ia sembuh secepat mungkin. Itu, kan, pertolongan pertama sebelum ketemu dokter. Lagipula, apa salahnya mengonsumsi obat? Pasti aman dong kandungan di dalamnya.”

Kata Psikolog: “Sebagai oran gtua dari generasi sebelumnya, Nenek lebih percaya pada apa yang dokter katakan. Jadi, ketika anak sakit, ajak saja orang tua Anda turut mendengarkan saran dokter sehingga ia mengerti bahwa obat mengandung banyak bahan kimia yang dampaknya kurang baik untuk anak.”

“Menentukan tontonan televisi yang bisa dilihat oleh anak…itu merupakan persoalan sendiri antara saya dengan neneknya…”
Versi Bunda: “Saat menjaga anak dan menemaninya menonton, saya memilih tayangan yang sesuai dengan usianya dan dapat merangsang indera si kecil. Saya juga menerapkan durasi agar anak saya tidak terlalu banyak menonton.”

Versi Nenek: “Ketika menemani cucu biasanya saya sambil menyaksikan informasi terbaru. Saya tahu bahwa anak kecil tidak boleh banyak menonton, tapi saat ia mulai bosan bermain saya lihat ia terhibur menyaksikan televisi. Saat menemani,  toh saya juga menjelaskan mana adegan yang baik dan tidak baik untuk ditiru.”

Kata Psikolog: “Jelaskan pada orang tua Anda bahwa tayangan televisi yang tidak baik dapat diserap si kecil dan dapat memengaruhi karakternya kelak. Jika Nenek ingin menyaksikan sinetron atau gosip di infotainment, Bunda dapat mengatakan pada Nenek untuk menundanya sebentar sampai si kecil tidur.”

“Nenek serba membebaskan si kecil untuk jajan apa saja…”
Versi Bunda: “Saya menentukan hari khusus untuk si kecil bebas mengonsumsi es krim atau junk food. Misalnya pada akhir pekan. Untuk hari biasa saya berikan makanan yang sehat tetapi sebulan sekali, ia saya kenalkan pada mi instan.”

Versi Nenek: “Namanya anak-anak kalau tidak diberikan apa yang ia inginkan kan kasihan. Saat teman-temannya bercerita nanti ia tidak tahu apa yang dibicarakan. Yang penting dia mau makan dan tetap sehat. Dulu ibunya juga saya perlakukan seperti itu, toh baik-baik saja.

Kata Psikolog: “Sangat baik jika bunda membatasi konsumsi makanan tinggi lemak, junk food atau jajanan yang tidak jelas bahan-bahannya. untuk anak karena mengerti dampaknya. Sesekali ajak nenek ikut browsing mengenai bahan-bahan yang terdapat pada makanan instan dan efek jangka panjangnya. Sehingga, bisa bersama-sama menjaga kesehatan si kecil sejak dini.

Saat Anda Meninggalkan Si  Kecil Bersama Orang Tua…
  1. Buat kesepakatan. Komunikasikan dengan baik kesepakatan antara Anda dan orang tua untuk meminimalkan perbedaan pola asuh.
  2. Berikan nomor telepon penting seperti nomor telepon Anda dan suami, kantor dan nomor telepon dokter anak langganan Anda.
  3. Tulis daftar obat yang biasanya Anda berikan untuk anak jika ia sakit. Atau berikan catatan kondisi seperti “Jika adek demam di atas 38 derajat, ibu boleh berikan paracetamol.”

 



Artikel Rekomendasi