Pasutri Bertengkar Cerdas

 

Even the perfect couple fights. Dan ini sangat manusiawi. Pasalnya, setiap manusia memiliki kebiasaan dan standar pemikiran tersendiri sebab mereka dibesarkan dengan latar belakang keluarga dan lingkungan yang berbeda. Jadi, kalau ada pasangan yang terlalu seia sekata dan melulu damai, bisa jadi hanya menunggu “bom  waktu” dari satu pihak yang tertekan untuk meledak, lho. Atau, bisa jadi itu karena satu pihak menahan diri sebab tidak nyaman mengekspresikan perasaan atau pandangan ke pasangannya.

Namun demikian, Marie Hartwell Ed.d, psikolog dan konselor pernikahan dari University of Massachusetts, Amherst, AS, dan penulis buku Connecting your Family in Disconnecting Times, mengatakan, pasangan dalam pernikahan sehat harus menguasai teknik fair fighting saat menghadapi konflik dan mencari solusi guna menjembatani perbedaan.  Ini agar pertengkaran tidak sampai merusak atau meninggalkan luka batin serta kebencian.
Ini dia 10 teknik fair fighting!

Fokus terhadap Satu Masalah
Maksudnya, tidak melantur kemana-mana saat bertengkar. Ini penting, sebab ketika sedang emosi, orang rentan kehilangan akal sehat, sehingga bukannya membahas akar masalah,  tapi malah  sarkastik, menghina, mengutuk, mengancam atau memanggil pasangan dengan sebutan kasar. Padahal ini tidak memberi solusi, bahkan bisa memunculkan masalah baru.  John Gottman dalam buku The Relationship Cure: A Five Step Guide for Building Better Connections with Family, Friends and Lovers,  menulis, setelah bertengkar, mungkin Anda  menyesali “melanturnya” Anda. Pasangan bisa memaafkan, tapi bukan berarti melupakan. “Dan jika kebiasaan buruk itu ditabung, lama-lama membuat pasangan ilfil dan memutuskan untuk chao,” lanjut Gottman.  Selain itu, suami istri Dr Charles dan Elizabeth Schmitz,  terapis keluarga dan penulis buku Building a Love That Lasts, mengingatkan, jika ada lebih dari satu hal yang membuat Anda emosi, Anda harus tetap sabar menjabarkannya satu satu. Kalau yang satu belum mencapai kata sepakat,  jangan bahas hal berikutnya. Sebab kalau semua diteriakkan sekaligus, tidak efektif, malah membuat pasangan bingung dan tidak terima.    


Langsung ke Pokok Persoalan
Saat bertengkar, tanpa disadari kita sering mengungkapkan hal terlalu luas sehingga pasangan tidak menangkap pesannya. Contoh, Anda berkata “Saya sakit hati karena kamu tidak respek pada saya.”  Makna “tidak respek” itu terlalu luas, bisa saja pasangan salah tebak sehingga mengulangi perbuatannya.  ”Katakan hal yang tidak Anda sukai secara lugas, spesifik,  straight to the point, “ tulis Charles dan Elizabeth. Misal, “Saya jengkel karena kamu tidak melibatkan saya sewaktu memutuskan berhenti bekerja,” atau “Saya sakit hati  jika kamu lebih membela babysitter daripada saya.”  


Ungkapkan Perasaan tanpa Menyakiti
Dalam talk show How To Fight Fair, Dr Phil McGraw yang sangat populer di Amerika lewat acara televisi yang sudah tayang 12 tahun, memberi tiga trik. Pertama, saat sedang ‘panas’, belajarlah untuk mengungkapkan perasaan, bukan pendapat.  Big no no  mengata-ngatai pasangan stres, depresi atau membosankan, sebab bisa membuatnya sakit hati dan memperkeruh situasi. Coba ungkapkan dengan lebih manis dan bijak seperti,  “Saya jadi serba salah,  habis  kamu  sepertinya sedang moody dan banyak pikiran.”  Kedua, kontrol emosi. Karena sewaktu emosi di ubun-ubun itulah kata-kata kasar, cemooh sampai otot, bisa berhamburan.  Ingat, luka batin yang membekas,  akibatnya sulit dilupakan.  Ketiga, ungkapkan kepada dia saja, bukan terhadap “sejuta umat” di media sosial. Sekarang ini,  banyak orang curhat  di public diary sehingga malah mempermalukan dan membuka aib paangan.

Tidak Saling Menyalahkan
Emosi kerap membutakan akal sehat orang sehingga menimpakan semua kesalahan kepada pasangannya. Akhirnya bukan kompromi atau solusi yang didapat, malah semakin ricuh karena kedua belah pihak sama-sama merasa paling benar.  Psikolog Senior Robert Firestone Ph.D,  penulis buku Sex and Love in Intimate Relationship: Do not fight to win, but to fight for your relationship, memberikan 3 trik. Menurutnya, pertama, tenangkan diri. Kedua, setelah hati dingin, lakukan introspeksi, karena saat itu Anda sudah bisa berpikir jernih.  “Jangan-jangan memang reaksi saya yang lebay”, atau “Mungkin saya juga ikut memberi kontribusi sehingga konflik ini timbul,”. Karena di mana-mana,  it takes two to tango. Ketiga, belajar menghormati dan menghargai perbedaan.

Hindari Kata “Selalu” dan “Tidak Pernah”
“Kamu selalu deh,  salah jalan”. “Kamu selalu membuat saya kecewa”. “Kamu tidak pernah peduli”. “Kamu tidak pernah menghargai saya”. Apakah Anda “rajin” menggunakan kedua kata itu saat bertengkar? Jika ya, jangan lagi. Jean Grossman, seorang relationship coach, mengatakan,  ketika membuat pernyataan dengan kedua kata tersebut, tandanya Anda memang tengah mencari gara-gara atau membuat pasangan gemas dan kehilangan gairah berkomunikasi. Pasalnya,  bisa dipastikan 90%  dari pernyataan tersebut sifatnya menggeneralisir, tidak benar dan tidak terarah.  Lebih buruk lagi, penggunaan kata “selalu” bisa diartikan sebagai ketidakpuasan Anda terhadap pasangan karena dia salah terus dan payah. Sementara kata “tidak pernah”, seakan-akan membuat pasangan tidak pernah berusaha atau berjuang untuk Anda. Hal ini bisa menyakiti hati pasangan, sebab tak ada yang lebih menyakitkan selain dicap sebagai suami/isteri yang gagal.  Stop jadi drama queen  yang berpotensi membuat kehidupan rumah tangga retak.

Pikirkan Masa Depan, Jangan Ungkit Masa Lalu
Tidak ada manusia yang luput dari kesalahan, begitu pula pasangan Anda. Mungkin dulu Anda pernah menangkapnya membalas bbm bernada centil dengan mantannya, kepergok bohong mengatakan lembur padahal guys night out, atau ke-gap tidak melaporkan kenaikan gaji dan menggunakannya untuk ganti velg. Tapi hal itu bukan berarti saat sedang kesal karena ia jorok atau lupa akan janjinya,  Anda bisa menyemprot sambil merepet membuka kembali dosa  masa lalu, kan? Menurut Dr Gail Gross, Ph.D Ed D, terapis pernikahan yang meraih Ph.D dari University of St Thomas, Houston, AS, pria paling muak dan bisa nekad jika terus dibombardir dan diingatkan kembali akan dosa masa lampau. Cobalah untuk mengubur dendam dan move on.

Terbuka Menerima Kritikan
Memang kadang-kadang sulit menerima omongan yang kurang menyenangkan tentang diri sendiri, sehingga kita menjadi defensif karena ego dicabik-cabik. Namun, sadarilah Anda hanya manusia, mahkluk yang tak luput dari kesalahan. Lewat kritik yang membangun, Anda bisa berkembang dan menjadi manusia lebih baik. Cobalah untuk bersikap lebih dewasa dan open minded dengan mendengarkan dan meresapi kritikan yang disampaikan sampai selesai. Kalau memang Anda merasa kritik yang disampaikan berlebihan, speak up dengan nada suara tenang, dan nyatakan pembelaan diri.

Berikan Empati pada Pasangan
Berargumen karena tidak sepaham, silakan. Ekspresikan opini atau rasa tidak setuju dengan bijak, tanpa dibalur emosi tinggi. Namun, Anda pun tidak boleh egois. Sudah puas menjabarkan perasaan dan ketidakpuasan satu persatu, kini gantian Anda jadi pendengar yang baik. Menurut Jeremy Mast, penasehat perkawinan di Pasadena, California, AS, cobalah mengerti dan melihat sudut pandang dan perasaan dari sisi pasangan. Ajukan kalimat bijak seperti ini,  “Jujur saya gagal paham mengapa kamu bisa seperti itu. Bisakah kamu membantu menjelaskan dari sudut pandangmu?”  Menurut Jeremy, pertanyaan ini akan membuat pasangan merasa dihargai, karena selain merasa Anda tertarik dengan sudut pandangnya, Anda juga sungguh-sungguh care. Ketika Anda penasaran dengan apa yang ia rasakan, otomatis akan membuat pasangan melupakan ketegangan akan konflik, karena merasa dihargai dan dicintai.

Lakukan Pendinginan
Tidak semua pertengkaran bisa langsung diselesaikan. Jika argumen sudah terlalu panas, pause dibutuhkan untuk mendinginkan kepala. Menurut Sheri Stritof, penasihat perkawinan di situs relationship www.marriage.about.com, jeda bermanfaat karena dengannya Anda berdua  bisa fokus dan spesifik dalam mengidentifikasi pokok masalah, sehingga tidak melantur.  Waktu break bervariasi untuk tiap pasangan, ada yang hanya butuh 15 menit, sampai beberapa hari. Yang penting, konflik harus selesai dan dicari solusinya, tidak ditimbun sehingga suatu saat meledak dan menyebabkan kehancuran pernikahan.

(Joy Roesma/ERN)

Baca Juga:
Suami-Istri: Bertengkar Gara-gara Anak
Nyaman Ngumpul Bareng Keluarga Pasangan
Kiat Menghindari Pertengkaran Keluarga

 



Artikel Rekomendasi