Tak Lagi Sakti untuk Balita

 

Orangtua jaman sekarang sudah banyak yang paham bahwa kalimat-kalimat negatif yang dulu dianggap wajar disampaikan pada anak, sekarang tak relevan lagi dengan gaya pengasuhan masa kini. Seperti misalnya saat anak tersandung kursi, orangtua sekarang tak lagi berkata,”Sakit, ya, sayang? Kursinya nakal, nih,” seraya memukul kursi.

Seiring dengan perkembangan jaman, pengetahuan, dan teknologi, orangtua sekarang cenderung mengganti kalimat-kalimat tersebut dengan afirmasi positif, seperti misalnya, “Kamu hebat, kok,  berani tampil sendiri,” saat anak kalah lomba menyanyi di sekolah. Namun, tahukah Anda, ternyata kalimat-kalimat yang terdengar positif pun sebaiknya tak Anda obral kepada anak.

“Ibu sedang tidak ada uang, nak.”
Kalimat ini bisa jadi kalimat yang paling gampang dikatakan ketika anak merengek-rengek minta dibelikan mainan. Kenyataannya, menurut Jayne Pearl, ahli finansial keluarga dan penulis buku Kids and Money asal Massachussets, AS, kalimat tersebut justeru mengirimkan pesan pada anak, bahwa Anda tak memiliki kemampuan dalam mengatur keuangan keluarga. Ya, anak Anda bukannya tidak tahu apa-apa. Sebaiknya, ganti dengan kalimat, “Untuk saat ini kita tidak akan membeli mainan ini, ya, karena kan kita sedang menabung untuk jalan-jalan di akhir tahun.”


“Ah, nggak apa-apa!”
Saat anak terjatuh, lalu kakinya terluka, dan mengeluarkan darah, dengan segera Anda meyakinkan dirinya, bahwa ia baik-baik saja. Kenyataannya, lukanya tidak baik-baik saja, dan ia tetap saja merasakan sakit. Lalu, apa yang sebaiknya Anda katakan? Peluk dirinya, dan katakan,”Bunda, tahu kamu kesakitan.” Tanyakan padanya, apakah dia mau dipasangkan plester luka bergambar tokoh favorit kesukaannya, atau cukup dicium saja. Ketahuilah, tugas Anda adalah membantunya mengatasi emosinya dalam merasakan sakit, bukan mengurangi rasa sakitnya.



“Cepatlah, nak!”
Ketika balita Anda sibuk mencoba menyuap sendiri makanan ke dalam mulutnya, terkadang Anda tak sabar dan memintanya untuk melakukannya dengan cepat. Padahal Anda tahu, ia baru saja menguasai memegang sendok. Jika memang sedang terburu-buru, turunkan nada bicara Anda, lalu meminta dengan lembut, “Kita cepetan, yuk.” Dengan begitu ia tahu, Anda berada dalam satu tim dengannya, dan Anda pun melakukan hal tersebut bersama-sama, sehingga pada akhirnya ia tidak akan merasa tertekan sendirian.


“Jangan bicara dengan orang yang tak kamu kenal, ya!”
Bagi balita, konsep kalimat di atas cukup membuat dirinya bingung. Walau seseorang tersebut tak dikenal oleh anak, namun ia terlihat baik bagi balita Anda, menurutnya orang tersebut bukanlah orang asing. Tambahan lagi, anak Anda bisa saja menolak bantuan dari satpam mal, atau bahkan polisi karena teringat dengan pesan Anda. Yang bisa Anda lakukan adalah, mengajaknya bermain pura-pura, misalnya, “Kalau ada orang yang tidak adek kenal, tapi memberi adek permen, kamu harus bagaimana?” Jelaskan pada balita apa yang harus dirinya lakukan. Tekankan padanya, jika ada seseorang baik yang dikenal, maupun yang tidak ia kenal membuatnya merasa sedih, takut, atau bahkan bingung, segera beritahu ayah atau bunda.



“Jangan!”
Anda tahu, kan, anak semakin dilarang, semakin ingin ia langgar peraturan yang sudah Anda tetapkan. Harus Anda ketahui, bahwa semakin sering kata, “Jangan!”, diserukan, maka semakin penasaranlah ia akan hal-hal yang terlarang baginya. Hindari kecenderungan mengekang anak dengan terlalu sering mengobral kata “jangan”. Selain berkonotasi menghentikan sesuatu, tindakan  atau minat, kata “jangan” ini mampu menciptakan jarak antara orangtua dan anak. Yang paling berbahaya, bila teralalu sering diucapkan, malah akan menumpulkan kreativitas anak.
    
“Kamu hebat sekali!”
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semakin sering Anda mengucapkan kalimat, “Anak hebat!” setiap kali dirinya berhasil melakukan sesuatu, malah akan membuatnya lebih mengharapkan pujian daripada motivasi untuk melakukan sesuatu yang ia suka. Simpan pujian Anda untuk sebuah prestasi gemilang yang ia capai. Untuk aktivitas sehari-hari, Anda bisa memilih kalimat seperti, “Ayah senang kamu sekarang sudah bisa pakai sepatu tanpa dibantu.” Berikan ia kalimat yang membuatnya bersemangat dengan mengucapkan hal yang lebih spesifik.



“Nggak boleh makan es krim, kalau belum tidur siang.”
“Ancaman” tersebut menurut David Ludwig, M.D., Ph.D., direktur New Balance Foundation Obesity Prevention Center, Boston, AS, malah akan membuat anak selalu berharap akan hadiah, dan melupakan kenikmatan akan makanan itu sendiri. Mungkin Anda bisa mengganti kalimatnya sebagai berikut, “Setelah tidur siang, baru kita makan es krim, ya.” Walau tujuan Anda sama saja, namun kalimatnya lebih halus, serta memiliki hasil yang jauh lebih positif bagi dirinya.

“Hati-hati, Nak!”
Berulang kali berkata, “Hati-hati!” saat anak sedang sibuk main ayunan di playground, kenyataannya membuat dirinya berpikir bahwa ia pasti akan jatuh. Seruan Anda bahkan bisa membuatnya kehilangan konsentrasi, lalu malah benar-benar membuat dirinya tersungkur. Jika Anda memang khawatir, lupakan berteriak. Dekati dirinya pelan-pelan, lalu berdiri saja diam di sana hingga bantuan Anda betul-betul diperlukan.



“Sini sama ayah, aja.”  
Anda boleh saja penasaran, dan gemas ingin ikut membantu balita Anda yang selalu gagal mendirikan balok mainannya menjadi gedung tinggi. Atau misalnya, saat ia kesulitan memasukkan kancing ke dalam lubangnya, dan ngotot ingin memasangnya sendiri. “Usahakan untuk tidak terlalu cepat memberikan bantuan,” pinta Myrna Shure, Ph.D., profesor emeritus fakultas psikologi, Drexel University, Philadelphia, AS yang juga penulis buku Raising a Thinking child. Daripada langsung memberikan bantuan, Anda bisa memberikan pertanyaan yang mengarahkannya pada solusi problem yang dihadapinya, misalnya saja dengan berkata, “Ayo, balok mana yang harusnya ada di paling bawah, yang besar atau yang kecil? Yuk, dicoba!”

“Ayah bilang juga apa.”
Sudah bisa dipastikan, kalimat ini jelas mengandung makna menyalahkan. Walaupun bisa dimengerti, betapa gemasnya Anda, ketika Anda sudah ratusan kali memeringati bahwa kasur di kamar bukanlah trampolin dan bisa membuat anak terjatuh bila tak hati-hati. Semakin sering Anda menyalahkan dirinya, semakin ia makin merasa tidak percaya diri. Bahkan ada beberapa anggapan, jika anak terlalu sering disalahkan, ia akan tumbuh menjadi pribadi yang minder, tertekan, bahkan frustrasi terhadap orangtuanya sendiri.



 



Artikel Rekomendasi