Penyebab Anak Stunting, Perilaku Ibu dan Kurang Gizi Kronis

 

Foto: shutterstock


Dalam banyak kasus, perilaku ibu mendukung terjadinya anak stunting. Kalau sudah terjadi, apakah bisa dikoreksi?

 

Apa sih stunting? Dulu, kita menyebutnya gagal tumbuh atau fail to thrieve. Stunting atau anak pendek adalah bila panjang badan menurut usia berdasarkan jenis kelamin  adi di bawah -2 standar deviasi pada kurva pertumbuhan WHO. Stunting disebabkan karena kurangnya nutrisi berkepanjangan. 

 

Disebut berkepanjangan, sejak kapan stunting terjadi?

- Saat ibu hamil, ibu kurang mengonsumsi makanan bergizi baik. Perilaku makan yang buruk ibu selama hamil bisa menjadi penyebab anak stunting.

- Kesehatan ibu hamil yang lemah.

- Penyakit yang berulang

- Pemberian makan pada bayi dan anak yang buruk dan kurang. 

 

Senin, 17 Januari 2022 lalu, program AKADEMI KELUARGAKU di instagram @parentingindonesia mengadakan acara instagram live berjudul “Anakku kok Mungil…”

Menghadirkan Dr. dr. Meta Hanindita, Sp.A(K), obrolan yang dimulai jam 4 sore ini ditonton oleh 800 audiens.

 

Pentingkah isu stunting? Jelas. Karena anak stunting masih menjadi persoalan bangsa Indonesia. Anak-anak Indonesia akan menjadi pemimpin masa depan. Indonesia membutuhkan kader-kader bangsa yang sehat dan cerdas. Sementara anak-anak stunting di masa depannya akan mengalami berbagai persoalan kesehatan, dan kemampuan kognitif yang rendah. Ini akan menghasilkan pendapatan per kapita rendah pula.  

 

“Ini menurut riset. Sebanyak 11,2% stunting terjadi di dalam rahim ibu. 66,6% stunting terjadi saat bayi lahir sampai usia 2 tahun. 28% sisanya terjadi di usia 2 sampai 5 tahun,” papar dr. Meta. 
 


Bila sebagian besar stunting terjadi dari bayi sampai usia 2 tahun, berarti bukan hanya soal pemenuhan gizi yang kurang, tetapi juga soal pengasuhan yang buruk. 

 

Bisakah stunting dikoreksi?

Bunda, apa yang bunda rasakan ketika anak bunda disebut, “Ih, kok mungil banget? Umur berapa itu?” Atau, “Neng, anakmu kecil banget lho…coba deh, makannya ditambah?” Apa jawab bunda? “Ah, ngga papa kecil, yang penting aktif dan lincah.” Atau, “Nggak papa pendek, dia nggak kepengen jadi pragawati kok.” Menyangkal dan denial. 

 

Tapi begitu anak masuk play group di usia 3 tahun, bunda terkaget-kaget. Sibuk membandingkan tinggi badan anaknya dengan anak lain. Lalu merasa lega kalau ada anak lain yang sama kecilnya. Tapi kalau anak paling kecil, rasa sedih timbul. “Kok anakku mungil banget ya. Waduh, dibanding anak lain seusianya kok kecil banget? Stunting? Masih bisa diperbaiki nggak nih?”

 

“Stunting sifatnya tidak dapat diperbaiki sepenuhnya. Kalau sudah stunting, dampaknya tidak dapat dikembalikan seperti sebelum stunting. Karena dampak stunting bukan hanya pada tinggi badan.” Ini dampak lain stunting menurut dr. Meta:

- Menurunnya kemampuan kognitif, yaitu menurunkan IQ sampai 15 poin. 

- Mengurangi performa pendidikan saat sudah sekolah. Bisa sekolah? Kalau IQnya 120 turun 15 poin, artinya masih dalam batas rata-rata. Tetapi kalau diberinya IQ 100 lalu turun 15 poin, tentu anak akan mengalami kesulitan mengikuti pelajaran di sekolah kelak. Durasi mengikuti persekolahan akan lebih pendek karena tidak mampu mengikuti pelajaran di sekolah. 

- Mengurangi kapasitas kerja saat sudah dewasa

- Menurunkan pendapatan per kapita

- Menurunnya daya tahan tubuh, meningkatnya berbagai risiko penyakit tidak menular seperti sakit jantung, diabetes, kegemukan, stroke dan lain-lain.

 

“Kalau sudah telanjur, kejar sampai usia 2 tahun. Karena di usia itu perkembangan dan pertumbuhan terjadi sangat pesat, termasuk otak. 80% otak terbentuk di 2 tahun pertama. Kejar dengan nutrisi dan stimulasi. Nutrisinya seperti apa? Harus dokter anak yang menghitung,” tegas dr. Meta. Yang pasti harus ada protein hewani dalam menu makan anak. 

 

Lebih lanjut dr. Meta mengatakan bahwa setelah usia 2 tahun aspek kognitif agak sulit diperbaiki. Sementara, tinggi badan dapat dikoreksi karena akan ada percepatan pertumbuhan saat pubertas. “Meski mengejar kognitifnya sulit, anak tetap harus diberi stimulasi dan diberi gizi yang baik.”

 

Pendek belum tentu stunting

Kalau anak pendek belum tentu stunting, bagaimana membedakan anak pendek yang tidak stunting dan pendek yang stunting? 

 

“Tinggi, pendek, besar, imut, itu penilaian subyektif. Karena itu untuk menentukan anak stunting atau tidak, diperlukan data. Data diperoleh dari mengukur panjang badan dan berat badan. Lakukan itu setiap bulan,” saran dr. Meta. Ini yang harus bunda lakukan:

- Gunakan Kartu Ibu Anak, buatlah plot pada kurva pertumbuhan secara rutin. Kalau sudah ada tanda-tanda tidak mengikuti kurva dan ada faltering growth, konsultasikan pada dokter karena stunting tidak terjadi tiba-tiba.

- Ukur panjang dan berat badan bayi atau anak setiap bulan. 

Timbang badan bayi caranya harus benar; buka pakaiannya dan segala asesorinya. Karena diaper yang penuh urin akan menambah berat sampai 200 - 400 gram. Ini sangat signifikan dan bisa jadi penentu berat badannya apakah normal atau kurang. Mengukur panjang bayi juga harus bernar karena beda 1 cm bisa jadi beda antara anak stunting dan anak normal. 
 

Baca: Kenali Tanda Stunting 

Kenali tanda awal bayi stunting: 

- Bayi cukup bulan lahir dengan berat badan lahir rendah kurang dari 2.5 kg. 

- Panjang badan bayi lahir kurang dari 48 cm.

- Berat badan tidak sesuai seharusnya dalam bulan-bulan selanjutnya

- Berat badan seret, naik sedikit

 

Bunda, ini perilaku bunda yang mendukung anak stunting:

- Menerapkan informasi yang tidak valid. Mengambil informasi dari internet diterapkan pada anak sehingga anak tidak mendapatkan yang seharusnya dan tidak dapat memenuhi potensi tumbuh kembangnya yang optimal. 

- Melihat contoh yang salah, percaya pada influencer. “Ikan harus ikan salmon, garam harus garam himalaya. Nggak harus! Ikan kembung boleh, santan boleh. Garam beryodium harus karena bayi butuh yodium,” jelas dr. Meta. Akhirnya anak hanya mendapat ikan salmon sedikit sekali karena harganya mahal. Padahal anak butuh banyak. Tidak semua yang mahal itu baik. Jadi, stunting tidak berkaitan dengan kemiskinan. 

 

Imma Rachmani

Baca juga;
Alasan Bunda Harus Konsumsi Makanan Sehat Saat Hamil
Pola Makan Sehat Ibu Hamil Jangan Asal Kenyang
Cegah Stunting, Atur  Menu Makan Bayi Secara Tepat
Anak Cukup Gizi Juga Berpotensi Stunting


Simak juga Instagram TV di @parentingindonesia

 

 



Artikel Rekomendasi