4 Dampak Pola Asuh Terhadap Perkembangan Anak

 


Foto: Pixabay
 
Bunda, pola asuh orang tua di dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap kondisi kejiwaan anak di masa depan. Dilansir dari Verywellmind.com, ada 4 jenis penggolongan pola asuh, yaitu otoriter, otoritatif, permisif (memanjakan), hingga tidak terlibat atau cenderung menelantarkan. Psikolog Diana Baumrind memimpin studi di awal tahun 1960-an terhadap lebih dari 100 anak usia prasekolah. Diana kemudian menyimpulkan tiga pola asuh berdasarkan pengamatan, sesi wawancara dengan orang tua, serta berbagai metode penelitian. Selanjutnya psikolog Eleanor Maccoby dan John Martin menambahkan pola asuh keempat yang membentuk kepribadian seseorang. Yuk, kenali masing-masing gaya pengasuhan serta keunggulannya di sini.
  • Pola asuh otoriter berlangsung satu arah. Orang tua mengharapkan kepatuhan dan kerja sama dari anak-anak tanpa perlu memberikan penjelasan. Mereka juga tidak menoleransi pelanggaran aturan sehingga selalu ada hukuman untuk ‘mendisiplinkan’ anak. Dominasi orang tua menurunkan tingkat kebahagiaan, kompetensi sosial, dan harga diri anak.
 
  • Pola asuh anak kedua milik Diana adalah otoritatif. Mirip seperti pola asuh otoriter, tetapi orang tua lebih demokratis saat menetapkan aturan. Mereka mau mendengarkan pendapat dan merespons pertanyaan dari anak-anak. Ketika seorang anak melakukan kesalahan, orang tua justru membimbing dan memaafkan. Hal ini cenderung menghasilkan anak-anak yang bahagia, mandiri, bertanggung jawab, disiplin, serta kooperatif.
 
  • Pola asuh permisif sering kali menghasilkan anak-anak yang berperilaku buruk. Pasalnya orang tua cenderung memanjakan dan sulit menegakkan disiplin karena tidak berharap banyak pada anak. Orang tua permisif sering kali menghindari konfrontasi dan memilih menjadi teman bagi si kecil. Tidak heran bila di kemudian hari anak-anak sulit untuk beradaptasi dengan aturan.
 
  • Gaya pengasuhan tambahan dari Eleanor dan John adalah pola asuh uninvolved atau tidak terlibat—bahkan menelantarkan. Orang tua sangat sedikit berkomunikasi dengan anak dengan tingkat respons yang rendah. Mereka sanggup memenuhi kebutuhan anak, tetapi tidak mau terlibat dalam perkembangan anak. Alhasil anak-anak kurang mampu mengontrol diri, memiliki harga diri yang rendah, dan kurang kompeten dibandingkan teman sebayanya.
 
 
Mengapa pola asuh otoritatif lebih unggul?
Orang tua yang berwibawa cenderung dipandang sebagai sosok yang masuk akal dan adil. Hal inilah yang membuat anak-anak mau memenuhi permintaan atau aturan orang tua otoritatif secara suka rela—bukan karena takut terhadap hukuman seperti yang dijalankan oleh pola asuh otoriter. Penjelasan orang tua otoritatif soal aturan akan membuat anak-anak memahami ‘pelajaran’ di baliknya sehingga pada akhirnya mereka mengenal konsep salah atau benar.
 
Meski demikian, orang tua dapat mengombinasikan keempat pola asuh untuk menciptakan gaya pengasuhan unik bagi setiap keluarga. Sebagai contoh, ibu dapat menampilkan gaya otoritatif, sementara ayah mungkin lebih menyukai pendekatan permisif. Namun, kadang hal ini ‘dimanfaatkan’ anak untuk mendapatkan persetujuan dari salah satu pihak orang tua.
 
Selain itu, faktor kebudayaan dan pengaruh sosial juga memengaruhi keberhasilan pola asuh yang ingin Anda terapkan. Jika mengedepankan ‘apa yang terbaik untuk anak’, maka Anda pasti mampu bersikap tegas sekaligus membimbing anak sesuai tahap perkembangan prilaku dan kepribadiannya.


PRIMA SOERATNO


Baca juga:
Mengatasi Perbedaan Gaya Asuh Anda dengan Orang Tua
Cara Memelihara Rasa Ingin Tahu Anak
Hal Positif dari Perilaku Negatif Anak

 

 



Artikel Rekomendasi