Ajarkan Anak Menerima Hadiahnya Meski Tidak Suka

 

Foto: shutterstock

Bagaimana jika anak mengamuk karena kecewa pada hadiah natalnya? Kecewa setelah membuka bungkusnya, sering dialami anak-anak jika  hadiah tidak sesuai yang ia inginkan. Tapi orang tua tetap harus mengajarkan pada anak tentang menerima dengan santun.
 
Setiap orang tua mewajibkan anak-anaknya mengucapkan terima kasih ketika menerima pemberian, apapun bentuknya. Sayangnya, anak-anak berusia di bawah usia 5 tahun belum memiliki kemampuan untuk mengatasi perasaannya ketika ia mendapatkan hadiah yang tidak sesuai keinginannya.

“Belajar bersikap tulus menerima hadiah meski tidak suka, membantu anak memahami hubungan antara orang yang mengasihi dia dan hadiah,” demikian pendapat ahli perkembangan. Bersikap sopan dan menghargai hadiah juga bagian dari belajar bersikap empati.

“Banyak orang punya IQ 140 tapi minim empati, dan mereka inilah orang-orang yang sulit bekerja sama dalam tim. Tidak punya relasi yang baik dengan orang lain, dan cenderung melanggar hukum,” demikian pendapat Deborah Pontillo, Psikolog anak dan direktur San Diego Kids First. Menurut Deborah, empati adalah faktor sangat penting dalam hal relasi yang sehat.

Bisa, karena punya kesempatan
Menerima hadiah dengan sikap baik tidak secara intuisi ada pada diri anak-anak. Sikap itu dipelajari dari kesempatan yang ia dapat dalam kehidupannnya. Saat libur hari natal inilah waktu yang tepat untuk mengajarkan anak menerima hadiah dengan ikhlas. Bisa dengan obrolan santai, bisa dengan permainan.

Kalau anak Bunda pernah mengamuk karena merasa hadiah yang dia terima paling jelek dibanding hadiah untuk kakak dan adiknya, jangan langsung kecewa. Simpang dulu hadiah yang membuat anak Anda kecewa.  

Anak Anda bukan anak nakal. Otaknya belum berkembang sepenuhnya untuk memahami konsep-konsep abstrak seperti melihat dari sudut pandang orang lain, dan bahwa hadiah itu adalah bukti cinta.

Pemahaman para ilmuwan bagaimana otak anak berkembang, dikemukakan oleh Jean Piaget, psikolog perkembangan yang meneliti bagaimana sudut pandang seseorang itu berkembang. Anak-anak melihat dunia dari sudut pandang yang berbeda dari orang dewasa karena kemampuan mereka melihat dari sudut pandang orang lain belum berkembang. Artinya anak-anak belum bisa berempati, belum paham bahwa orang punya pemikiran, perasaan dan sudut pandang berbeda dengan mereka.   Praktek menerima hadiah dengan tulus adalah kerja otak, yaitu anak dapat membayangkan sudut pandang orang yang memberi hadiah.

Fokus pada pikirannya sendiri
Karena kemampuan anak untuk berpikir abstrak belum sepenuhnya berkembang, otak mereka fokus pada berpikir hal-hal nyata. Itu sebabnya Tovah Klein dari Barnard College Center for Toddler Development menyebut,  banyak anak melihat hadiah secara kongkrit seperti apa yang mereka lihat sebagai bentuk cinta. Hadiah yang menurut mereka jelek, itu adalah hadiah dari orang yang tidak menyayanginya. Kalau hadiah adik atau kakak lebih bagus, itu pertanda mereka lebih disayang. 

“Anak-anak tidak terkoneksi dengan emosi yang ada di balik hadiah. Mereka melihat wujud fisik hadiahnya ketimbang perasaan mereka ketika menerima hadiah,” kata Marilyn Price-Mitchell, seorang psikolog perkembangan dan penulis   “They most often cherish the gift itself rather than the feelings they had when the gift was received.”

Untungnya, sejalan dengan perkembangannya, kemampuan melihat dari sudut pandang orang lain juga terus berkembang.  Semula berpusat pada diri sendiri, sosial kognisinya akan terus berkembang sehingga mereka bisa melihat dari sudut pandang orang lain.

Mainkan!
Ketika anak bunda mengamuk karena tidak suka hadiahnya, lakukan ini:
- Selamatkan hadiahnya sebelum dia hancurkan. Simpan dulu beberapa waktu, misalnya sebulan sampai anak melupakan marahnya.

- Setelah tenang, ajak anak bicara. Ajak dia berpikir, mengapa Oma memberinya hadiah itu. Misalnya ia menerima topi, jelaskan mengapa topi penting untuk dirinya.

- Keluarkan dengan hati-hati tanpa menyinggung kejadian saat dia mengamuk menerima hadiah itu. Misalnya hadiah itu berupa stiker, buatkan kesempatan yang anak Anda harus menggunakan stiker itu. Misalnya, menempel setiap hari 1 stiker di cermin wastafel bila buah hati Anda berhasil menggosok gigi dua kali sehari. Atau tempelkan stiker di lemari mainannya bila ia berhasil tidak ngompol dalam sehari. Ceritakan bahwa stiker hadiah dari oma beberapa waktu lalu ini bagus, dan bisa dipakai untuk belajar. Minta anak melepas dan menempel stiker untuk prestasinya. (IR)
 
 
 

 
 
 

 



Artikel Rekomendasi