Jaga Kesehatan Mental Anak, Orangtua Jangan Gampang Panik

 

Foto: shutterstock

Angka penderita covid-19 naik setiap hari. Berita kematian tetangga, teman, ayahnya teman, ibunya teman karena covid-19. Belum lagi berita tentang antrean pasien di halaman Rumah Sakit yang tidak dapat ditampung, isu rencana lock down lokal yang akan diberlakukan, bisik-bisik dari teman-teman Bunda untuk nyetok bahan makanan. Kondisi ini mau tidak mau membuat Bunda cemas.
 
Rencana kembali ke sekolah yang sudah dibatalkan dua kali, bisa saja membuat sebagian anak merasa kecewa. Percepatan vaksinasi covid-19 untuk remaja atau anak usia sekolah, mau tidak mau membuat anak bertanya-tanya.
 
Pada anak-anak usia balita yang terinfeksi yang harus isolasi mandiri di rumah, atau mengalami orang tuanya harus menjalani isolasi di rumah bahkan dirawat di Rumah Sakit, tentu menimbulkan banyak tanya.
 
Anak juga bisa cemas
Sama seperti orang dewasa, anak juga bisa punya rasa cemas terhadap situasi ini, yang tentu bergantung usia mereka.  Anak bayi sampai usia 3 tahun belum paham apa yang terjadi. “Mereka belum paham tetapi bisa merasakan emosi atau suasana kecemasan dan ketegangan yang terjadi di dalam keluarga,” jelas Feka Angge Pramita, M.Psi, Pskolog Klinis dari Jakarta Child Development Center.
 
Menurut Feka, anak-anak yang lebih besar bisa mengenali topik pembicaraan dan perilaku orang di sekitarnya yang mengandung unsur kecemasan yang ada di sekitarnya yang dilihat dari orang tua atau anggota keluarga lain.
 
Lalu, apakah kita harus menyembunyikan perasaan cemas kita? Feka tidak setuju karena ada elemen genuine orang tua yang hilang. “Tapi orang tua perlu menelaah apakah jika pembahasannya disampaikan dengan detail kepada anak,  anak akan paham atau tidak,” katanya.
 
Jujur pada anak bahwa kita bisa sedih dan rapuh, bukan hal buruk. Orang tua tak harus selalu tampak tegar dan kuat. “Kalau kita mengajarkan kepada anak bahwa kita juga rapuh, sedih, kita juga akan mengajarkan kepada anak cara mengatasinya,” kata ibu 2 anak ini.
 
Seimbangkan problem solving dengan spiritual belief
Jika Anda sudah tidak tahan untuk tidak menjelaskan kepada anak soal kekhawatiran Anda selama masa pandemi ini, pastikan usia anak sudah tepat, artinya sesuai dengan perkembangan kognitifnya, yaitu pada usia sekitar 3 – 4 tahun.

- Jelaskan secara bertahap sesuaikan dengan usia dan kemampuan pemahaman anak.
- Sampaikan dengan singkat, jelas, dan sederhana  mengenai apa yang saat ini sedang terjadi dan apa yang perlu Anda dan anak lakukan.

 
Kalau pun anak tidak bereaksi seperti apa yang kita inginkan – seolah tanpa empati – kita tidak harus memaksa anak untuk paham.
 
Anda bisa menularkan kecemasan Anda pada anak bila rasa cemas Anda  diungkapkan lewat kata-kata, marah-marah, dan menarik diri. Koneksi dan interaksi anak dengan Anda juga akan berubah karena anak merasakan emosi Anda. “Kalau orang tua gampang panik dan reaktif, akan memengaruhi anak,” kata Feka. Untuk tetap menjaga kesehatan mental keluarga, regulasi diri kita sangat penting.
 
Berbagai kekhawatiran yang saat ini sedang melanda diri Anda, bisa menjadi sarana mengajarkan anak tentang kesabaran, pasrah tapi persisten untuk tetap berharap karena harapan harus selalu ada. Menjalani prokes dan berdoa.
 
Imma Rachmani
Konsultan: Feka Angge Pramita, M.Psi - Jakarta Child Development Center

 



Artikel Rekomendasi

post4

Intuisi Ibu: Natural atau Bisa Diasah?

Calon ibu terkadang dihinggapi rasa ketakutan akan kemampuan dirinya sendiri dalam merawat anak. Beberapa ibu pun meragukan dirinya memiliki intuisi. Benarkah intuisi terjadi alami atau harus diasah?... read more