Seksualitas, Penting Jadi Bagian Edukasi Keluarga

 

shutterstock

Seksualitas selama ini masih dipandang tabu oleh banyak orang untuk dibicarakan, terlebih ketika membicarakannya dengan anak. Samanta Ananta, M.Psi, Psi., Psikolog Anak dan Keluarga mengatakan bahwa hal ini tidak hanya terjadi di budaya timur seperti keluarga Indonesia. “Para orang tua di (negara) Barat juga mengalami kesulitan, lho, untuk membicarakan masalah seksualitas dengan anak,” ceritanya.
 
Padahal, menurut Samantha, seksualitas adalah hal yang sangat penting untuk dijadikan bagian dari edukasi keluarga. “Siapa lagi yang mau bantu anak-anak kita dari kebingungan, kalau bukan kita sebagai orang tua?” ujarnya.
 
Pakai Perumpaan Ini
Nah, orang tua biasanya bingung bagaimana cara memulai menjelaskan seksualitas pada anak. Samantha mencetuskan bahwa orang tua bisa memulainya dengan menjelaskan tentang privasi. “Seksualitas itu adalah hal yang sangat privat,” ujarnya.
 
Samantha menyarankan orang tua bisa menggunakan perumpaan “kamar mandi”. “Hal yang paling privat di rumah kita adalah kamar mandi, ya, kan? Kalau kita mau ke kamar mandi, kita tutup pintunya,” terangnya. Menurut Samantha, perumpaan ini bisa membantu menjelaskan pada anak bahwa ada area privat di dalam tubuh yang tidak boleh dilihat mapun disentuh oleh orang lain
 
Sesuai Usia
Menurut Samantha, edukasi seksualitas bisa diajarkan sejak dini. Akan tetapi, tidak semua hal tentang seksualitas harus dibicarakan langsung, melainkan bisa diajarkan dengan contoh perilaku. Edukasi seksualitas juga tidak dapat dibicarakan langsung dalam satu waktu sekaligus. Perlu proses yang bertahap. “Kita pilih pendekatan yang sesuai perkembangannya,” terang Samantha.
 
Samantha membagikan kiat memberikan edukasi seksualitas pada anak sesuai usia:
 

Bayi

“Dari bayi, kita harus biasakan, kalau kita mau membersihkan kelamin harus izin, bilang ‘permisi,” kata Samantha. Menurut Samantha, orang tua mungkin tidak begitu memerhatikan hal ini saat hendak menceboki atau mengganti popok anak. Akan tetapi, perilaku ini adalah salah satu bentuk edukasi seksualitas yang paling awal.
 
“Bayi ngerti nggak? Iya dia ngerti,” imbuh Samantha. Dengan selalu meminta izin, bayi akan belajar bahwa area kelamin mereka adalah privasi mereka di mana orang lain perlu persetujuan untuk menyentuhnya. Mereka juga akan belajar bahwa orang lain tidak boleh memperlakukannya sembarangan dan tanpa persetujuan.  “Dari situ anak belajar bahwa dia diperlakukan dengan respek oleh orang yang mengasuhnya sehingga dia merasa lingkungannya aman,” tambahnya.
 
Usia Prasekolah
Pada usia ini, orang tua perlu mengajarkan seluruh bagian tubuhnya. Samantha menyarakan, “Sebutkan nama alat genital anak dengan sesuai, jangan membuat kata gantinya.” Yang dikatakan oleh Samantha ini berkaitan dengan kebiasaan kita menyebut penis dengan “burung”, “didi”, “titit”, atau vagina dengan “pepep”, “memek”. Anak-anak harus mengenal seluruh bagian tubuhnya agar tak punya konotasi lain.
 
Samantha juga mengatakan bahwa selain mengenalkan mereka, orang tua juga bisa menjelaskan fungsi alat genital tersebut. “Fungsinya untuk pipis,” ujar Samantha memberi contoh untuk menjelaskan pada anak. “Ajari juga cara membersihkan semuanya secara tepat,” imbuhnya.
 
Usia TK
Di usia ini, anak perlu dilatih kemandiriannya untuk menjaga alat genital mereka sebagai bagian dari privasi mereka masing-masing. Samantha memberikan saran agar orang tua bisa mulai mengajarkan anak untuk mandi sendiri di usia lima tahun. “Anak sudah nggak boleh dimandikan di usia lima tahun,” tegasnya. Ia menyarankan, “Pintu kamar mandinya bisa ditutup separoh, meningkat jadi tiga per empat, sampai anak punya kesadaran untuk menutup pintunya sendiri dari dalam.” Samantha menambahkan, “Usia 6 tahun, anak sudah harus bisa mandi sendiri dengan pintu yang tertutup.”
 
Usia Praremaja
Menginjak usia 8 tahun, anak biasanya sudah mengalami beberapa perubahan sekunder di fisiknya, misalnya mulai dari tumbuhnya bulu halus, payudara yang mulai terlihat menonjol, perubahan suara, atau munculnya benjolan di area tenggorokan. Samantha mengatakan bahwa di usia ini, orang tua perlu memunculkan awareness atau kesadaran anak tentang perubahan tubuhnya. “Dikomunikasikan dengan anak, ‘kamu sadar nggak bahwa ada yang berubah’,” contohnya.
 
Samantha berkata, “Di usia ini, anak harus dekat dengan orang tua yang jenis kelaminnya sama.” Menurutnya, hal ini penting untuk mengajari mereka tentang cara membersihkan alat genitalnya dan cara memperlakukannya dengan baik. “Semakin sering membicarakan perubahan fisik sekunder memudahkan anak menerima proses perubahan mereka,” ujarnya.
 
Lela Latifa

 

 



Artikel Rekomendasi