Kreativitas Balita Tak Dibatasi Waktu

 

Kreativitas berakar atau bermula pada usia kanak-kanak awal. Bagi balita, hidup adalah “petualangan” kreativitas. Eksplorasi paling dasar di dunia balita adalah latihan memecahkan masalah secara kreatif. Menurut psikolog, Teresa Amabile, “Inti dari kreativitas berawal di masa bayi: hasrat dan dorongan mengeksplorasi lingkungan, mengenal benda-benda, menjajal fungsi benda-benda, bereksperimen dalam menggunakan dan melihat benda, Beranjak besar, anak-anak mulai “menciptakan” seluruh realitas jagad raya ke dalam dunia bermain mereka”.

Bagi balita kreatifitas itu bagaikan air, mengalir begitu saja, tanpa hambatan, tak dibatasi waktu dan begitu powerfull. Mengapa semua ini tak “dibawa” ke usia sekolah bahkan masa dewasa? “Tekanan yang menghampiri mereka di sekolah, di tempat kerja dan di masyarakat saat dewasa, menghalangi kesenangan mereka untuk bereksplorasi dan belajar,” tambah Amabile.  

Apa sajakah pembunuh utama kreatifitas menurut penelitian Amabile?
  • Pengawasan. Tanpa sadar, orang tua kerap mendampingi anak berkreasi dengan tujuan mengawasi setiap gerakan, tarikan garis, atau lipatan kertas yang dibuat balita. Perasaan diawasi menghambat kreatifitas spontan anak.
  • Penilaian. “bagus”, “kurang bagus”, “terlalu ramai”, dan sebagainanya adalah kata-kata sering terlontar saat melihat hasil kreasi balita. Biarkan kreatifitasnya berkembang sesuai standar penilaiannya sendiri.
  • Kompetisi. Menempatkan balita dalam situasi menang/kalah, menghambat balita berkembang sesuai standar penilaiannya sendiri.
  • Tekanan. Tak perlu menuntut terlalu keras terhadap hasil karya balita. Anak akan tertekan mengetahui harapan tinggi orang tuanya.
  • Deadline. Inilah dilema kegiatan seni rupa di prasekolah. Tanpa batasan waktu, sulit mengumpulkan hasil karya untuk tujuan akademis. Tapi membatasi waktu tak jarang juga menghalangi terciptanya karya monumental si seniman ciiik.
     

 



Artikel Rekomendasi