Si 4 Tahun: Si “Badut”

 

Ketika si 4 tahun menjadi “badut” maka ia akan beraksi dengan mimik aneh, kata-kata usil atau perilaku mengundang tawa. Terutama ketika si kecil Tak semua orang dapat membuat orang lain tertawa. Apalagi hanya dengan membuat mimik atau gestik “aneh”. Si 4 tahun yang cerdik, biasanya mencium posisi yang belum diambil alih oleh orang lain ini, yaitu menjadi penghibur atau sekadar badut yang mengundang tawa.

“Mencari” peran.
Hal serupa terjadi pada si 4 tahun, Leon. Setelah kehadiran adik, ada saja ulahnya. Awalnya, cukup menggelikan dan tak kalah menghibur dibandingkan pelawak di layar kaca. Ia suka menari-nari genit, membuat mimik lucu, mengeluarkan kata-kata lucu yang tak ada artinya. Tapi tak jarang kelakukannya yang aneh menjadi keterlaluan. Alih-alih berjalan keliling rumah, Leon melompat-lompat untuk berkeliling. Tak hanya tempat majalah dilompatinya, termasuk juga tempat sampah. Alhasil, rumah menjadi porak-poranda dan akibatnya sama sekali tidak lucu.

Hartmut Kasten, peneliti hubungan kakak-adik dari Jerman, berpendapat, apa yang dilakukan si balita untuk merebut hati dan perhatian orang sekitar dengan melucu, bukanlah hal aneh.  Meski tingkah si badut bukan hanya untuk melucu, tetapi juga mencari perhatian, namun Kasten tetap menyarankan orang tua menghargai upaya kreatif si balita. Untuk eksplorasi mimik lucu ini si 4 tahun tak hanya mengandalkan naluri rasa ingin tahunya. Tentu saja, untuk melucu tak hanya dibutuhkan kegembiraan dalam diri. Si badut haruslah benar-benar “berbakat” dan ulet “belajar” melucu agar ekspresi yang muncul natural.

Meskipun demikian, Kasten juga mengingatkan orang tua untuk peka. Sebab, alasan si balita melucu bukanlah murni hanya sebagai ekspresi kegembiraan dan kejenakaan saja. Di satu sisi, orang tua perlu memberi tanggapan positif. Di sisi lain orang tua tetap perlu cermat dan berhati-hati.

Hati-hati “badut” yang sedih. Apabila si kecil terus-menerus berupaya memenuhi kebutuhan untuk  memperoleh reaksi dari luar diri, berupa tawa dan pujian, maka yang dikhawatirkan, ia tak lagi dapat bersikap dan berperilaku wajar. Klaus Utz, psikolog dari Freiburg Jerman menyatakan bahwa ini kerap terjadi pada si 4 tahun yang kurang merasa aman. “Anak-anak seperti Leon bisa jadi tak lagi dapat membedakan bahwa perilaku atau aksi yang dilakukan sudah mengganggu bahkan merugikan orang lain,” tambah Utz.

Bisa diasumsikan, si badut yang bertingkah konyol berlebihan hanya merupakan si kecil yang sedih dan mencari penawar kesedihan. Bahayanya tentu saja, ia tak dapat mengendalikan diri. Bagaimana cara termudah mengendalikan si badut beraksi berlebihan? Beri rasa aman. Sehingga tanpa perlu memikirkan atraksi lucu berikutnya, ia yakin ayah dan bunda akan tetap menyayangi dan memberikan perhatian yang sama besar kepada dirinya, seperti halnya kepada saudaranya yang lain. 
 

 



Artikel Rekomendasi