Cerita Ayah - Ridzki Dwi Kurniadi

 

Ridzki Dwi Kurniadi (45), Ayah dari Radinka Deena Zubaira (12), Radella Dagna Zaafarani (8). Ranasta Darya Zemaima (7), dan Rabindra Devlin Zaidanie (3).

Saya sangat menikmati setiap detik kegiatan pagi bersama keempat anak saya,  Dinka, Della, Nasta, dan Adra. Saya menggendong anak nomor dua dan tiga, Della dan Nasta, secara bergantian dari lantai atas ke ujung lantai bawah.

Yang paling besar, sih, sudah tidak perlu digendong, sementara Adra masih tidur. Setelah itu,  saya menemani ketiganya sarapan dan melihat mereka berangkat ke sekolah diantar supir. Saya sendiri kembali tidur bersama Adra. Baru pukul 8 pagi saya berangkat kerja. Saya beruntung ada Ibu yang membantu menjaga Adra.

Saat ini,  saya memang tinggal di rumah Ibu. Setahun lalu,  saya bercerai dengan mantan istri dan membawa anak-anak bersama saya. Keputusan ini membuat banyak teman terperanjat. Mungkin karena masih ada anggapan bahwa seorang ayah kurang lihai merawat dan mengasuh anak. Sementara saya dengan senang hati merawat dan mengasuh mereka sejak kecil. Bisa jadi,  sebab itu ikatan saya dengan mereka sangat erat. Dan sejak  anak pertama lahir, saya sudah berjanji pada Tuhan akan menjaga mereka sebaik mungkin.

Mengurus  empat anak sendiri, tentunya bukan  hal yang mudah. Belum lagi jarak usia mereka berbeda.  Awalnya saya berpikir,  bisa menerapkan cara yang sama ke semua anak. Ternyata,  setiap anak berbeda dan butuh cara khusus dalam menyampaikan rasa sayang saya. Seperti  menghadapi Della, yang manja. Ia akan  ngambek  kalau kemaunannya tidak dituruti. Saya akan datangi dan jelaskan kepadanya  alasan saya tidak mengabulkan permintaannya. Dia akan mengerti, kok.

Namun,  anak-anak juga sering menggoda saya dengan pura-pura menolak permintaan saya. Misalnya, ketika waktunya mandi, mereka pura-pura tidur dan tidak beranjak dari kasur. Mereka tahu saya akan datang menggelitik kakinya sampai tertawa. Baru setelah itu mereka berlarian ke kamar mandi. Hal-hal kecil seperti ini membuat kami semakin dekat dan gembira.

Sebagai ayah dari 3 anak perempuan, saya juga kadang merasa khawatir. Pernah, Dinka, yang duduk di kelas 1 SMP  hang out dengan teman-temannya di mal. Saya telepon dia hampir tiap setengah jam. Saat dia pulang saya tanya, “Kakak sebal,  ya, Papa telepon terus?” Dia menjawab, “Engga, kok, Pa. Papanya temanku malah ngintil kami dari kejauhan selama di mal…”

Hingga saat ini, saya tidak merasakan menjadi orangtua tunggal sebagai beban. Saya menjalaninya sebagai ekspresi dari kasih sayang dan janji saya kepada Tuhan untuk membuat mereka bahagia dan jauh dari marabahaya.  

(KAT/ERN)

 



Artikel Rekomendasi