Akrab Dengan Anak Walau Harus Bekerja

 

Bekerja di luar rumah tetap bisa happy ending. Asalkan dapat melakukan pendekatan dengan anak, ia takkan jauh dari Anda.

Putri seorang manager iklan merasa Naya (2) lebih dekat dengan pengasuhnya ketimbang dirinya. Tuntuan pekerjaan dan aktualisasi diri  menenggelamkannya dalam pekerjaan,  dan membuatnya pulang larut malam.  Perasaan sedih  menghinggapinya karena semakin hari, Naya lebih memilih bermain  dengan pengasuhnya ketimbang dengan Putri, saat dia bisa pulang bekerja lebih awal.

Buntutnya ia merasa bersalah karena tidak bisa menyediakan waktu yang cukup untuk Naya, dan dia merasa kehilangan kepercayaan dari Naya  karena Naya tidak mau dekat dengan dirinya. Perlukah Putri merasa bersalah? Haruskah cita-citanya diredam demi attachment dengan Naya?

Sosialisasi Jender. Perasaan bersalah yang menghinggapi kaum ibu yang bekerja di luar rumah sering terjadi, karena sosialisasi peran jender tradisional. Dalam sosialiasi peran jender tradisional yang diperoleh dari keluarga atau lingkungan seperti  teman  sebaya, sekolah, media masa dan sebagainya, menekankan bahwa peran perempuan khususnya ibu, selayaknya dekat dengan anak. Seorang ibu seharusnya mengurus anak dan lebih dekat dengan anak di rumah.

Penanaman nilai-nilai peran yang sedemikian ketat ini akhirnya membuat ibu merasa ingin melakukan sesuatu yang berbeda dari kehidupan ibu atau nenek mereka, tapi masih setengah-setengah. Disatu pihak ibu ingin mengembangkan diri lewat ilmu yang sudah didapat dengan susah payah dan mengejar ambisi demi penghasilan lebih tinggi, tapi mereka masih sangat lekat dengan nilai penanaman peran jender tradisional.  

Kondisi ini memunculkan konflik di dalam hatinya, “Karena saya bekerja, saya tidak dekat tidak anak.” Ibu mengaitkan ketidakhadiran dirinya dengan kelekatan dia dengan anaknya. Padahal  kalau sosialiasi peran jender itu tidak dijadikan sudut pandang, ada juga ibu yang tinggal di rumah, tapi dia tidak dekat dengan anak secara emosional.  Karena si ibu tidak menghayati kelekatannya dengan anak. Tidak mengajak bermain dengan anaknya, urusan pengasuhan anak diserahkan  kepada pengasuh anak, sementara si ibu  lebih banyak bepergian dengan tujuan yang tidak jelas.

Bukan gagal. Sebagai ibu bekerja, keputusan Anda untuk bekerja di luar rumah patut Anda hargai, karena aktivitas ini  untuk keluarga Anda juga. Penelitian yang dilakukan di University of Texas (2005), Amerika Serikat, menemukan bahwa tidak ditemukan masalah perkembangan pada anak-anak yang  ibunya bekerja di  luar rumah. Dr. Aletha Huston, kepala penelitian ini mengatakan bahwa ibu memang pengurus anak utama tapi dia tidak harus berada di sisi anak selama 24 jam untuk membangun hubungan yang kuat dengan anaknya. Menurut Huston dan kawan-kawannya :
  • Perkembangan bayi tidak tertunda meski ibu bekerja di luar rumah.
  • Kepribadian seorang ibu, termasuk apa yang mereka  yakini dan kualitas  pengasuhan mereka, lebih penting dari jumlah waktu yang dihabiskan bersama anak tapi tidak berbuat apa-apa terhadap anak-anak mereka.
  • Tapi ibu bekerja sebaiknya  menggunakan waktu lebih banyak  bersama  anak-anaknya di hari libur.
  • Tidak ada perbedaan antara perilaku sosial, kemampuan kognitif dan perkembangan bahasa antara anak-anak dari ibu yang bekerja di luar rumah dan ibu rumah tangga.

 



Artikel Rekomendasi