5 Penyebab Anak Jadi Tukang Pengadu

 

Dok. 123RF


Sebenarnya mengadu merupakan latihan berkomunikasi bagi si kecil dengan lingkungannya. Pengaduan mereka umumnya bukanlah kalimat yang memiliki asumsi negatif. Mereka hanya mengungkapkan sesuatu yang menurutnya benar sesuai sudut pandangnya. Si kecil hanya belum mampu menempatkan diri pada keadaan orang lain. Harap diingat, anak usia 3-4 tahun masih egosentris, segala sesuatu masih terpusat pada dirinya sendiri. Faktor pendorongnya adalah:

1. Manipulatif

Terkadang sisi jahil. Misalnya ketika ia kesal atau tidak suka pada seseorang, ia mencari ‘korban’ untuk diadukan pada Anda atau orang yang memiliki otoritas tinggi menurut si kecil. “Bunda, Mbak nakalin aku, nih,” padahal si Mbak tidak melakukan apa-apa. Jadilah ia memanipulasi keadaan agar Anda memarahi si Mbak. Ini bentuk pengaduan yang tidak benar, karena ada unsur merugikan orang lain.

Cara mengatasi:
Minta orang di sekitar anak untuk menerima dirinya. Artinya tidak mengucilkan atau mengolok-olok si kecil. Bisa jadi pengaduan dengan faktor manipulasi ini akibat si kecil kurang diterima oleh lingkungannya.

2. Cari Perhatian

Saat ini anak sedang berada dalam masa pengenalan diri. Ia ingin agar orang lain juga mengenal dirinya. Karena masih egosentris, ia ingin agar Anda dan orang di ‘seluruh dunia’ memerhatikan dirinya. Menurut si kecil, ketika ia mengadu, Anda langsung mendengarkannya. Bahkan langsung membelanya dan menyalahkan orang yang sedang dijadikan bahan aduannya. Tidak penting apakah si kecil merasa disakiti atau tidak. Buatnya, ia punya pengalaman bahwa Anda langsung memberikan perhatian lebih saat ia mengadukan sesuatu.

Cara mengatasi:
Tahan diri Anda untuk segera menghampiri orang yang ia adukan. Terima dulu informasi dari si kecil, kemudian ajak anak untuk mendatangi si subjek tadi, tanpa raut wajah atau nada suara yang marah.


3. Minta Bantuan

Ini merupakan salah satu alasan positif saat mengadu. “Bunda, Callista tidak mau bermain boneka bersamaku.” Sebenarnya ia ingin meminta bantuan pada Anda untuk menyelesaikan masalah yang sedang dihadapinya. Ia merasa ditolak karena Callista tidak mau diajak bermain. Apalagi si kecil sedang dalam tahap mulai tertarik pada teman sebaya dan punya dorongan kuat untuk melakukan kontak dengan mereka. Namun, ia masih canggung untuk berteman.

Cara mengatasi:
Dorong si kecil untuk memecahkan masalahnya. Tanyakan apa pendapatnya untuk menyelesaikan masalah tersebut. Tidak perlu langsung Anda berikan solusi agar ia latihan bicara dan menyelesaikan masalah.


4. Meniru

Jangan lupakan istilah ‘peniru ulung’ pada anak seusia ini. Pandangannya tidak pernah lepas dari lingkungannya. Ia sibuk mengamati gerak-gerik orang dan siap meniru. Kalimat Anda, “Nanti Bunda bilangin ke Ayah, lho, kalau kamu tidak mau makan!” Ini juga ditirunya.

Cara mengatasi:
Introspeksi, baik Anda maupun anggota keluarga di rumah. Cek kembali sikap dan perilaku semua orang selama ini, kemudian hilangkan kebiasaan mengancam mengadukan perilaku si kecil pada Ayah, yang seolah-olah punya otoritas lebih tinggi daripada Bunda.


5. Bentuk Protes

Yang dimaksud di sini adalah protes atas pelanggaran yang dilakukan orang lain. Anak sudah mulai paham aturan-aturan sederhana. Misalnya membuang sampah di tempat sampah atau meletakkan kembali barang yang habis dipakai. Jadi, pada saat si kecil melihat Ayahnya melempar sampah ke jalan atau tidak membereskan koran setelah dibaca, ia langsung mengadu pada Anda. Sebab si kecil juga ingin orang lain mengikuti aturan seperti yang ia lakukan.

Cara mengatasi:
Langsung berikan dukungan sebagai pertanda bahwa Anda setuju dengan yang ia katakan. Lalu ajak si kecil menghampiri ‘tersangka’ dan minta si kecil untuk mengingatkan bahwa yang dilakukan ‘tersangka’ tadi tidak benar.



(TIM AB/WIT)



Baca juga:
Jika Anak Gemar Mengadu
Ajarkan 7 Kebaikan Ini Kepada Anak!
Kalau Balita Senang Main Sendiri

 



Artikel Rekomendasi