9 Pantang Ucapkan Ini Pada Anak

 


“Stop! Bunda cubit..”

Rasa frustrasi kerap membuat Anda dengan gampangnya mengancam. Cubit, ceples bokong, atau jewer. Memberi hukuman yang bersumber pada rasa frustrasi tidak memberi pemahaman apa pun pada anak, karena hukumannya bersifat fisik. Bukan sesuatu yang kreatif. Lebih baik keluarkan anak dari situasi tertentu yang membuat Anda jengkel karena ia tidak mau disiplin.

Time out, ata menjelaskan kembali apa yang Anda ingin dia lakukan, akan lebih efektif. Bila Anda merasa sudah berada pada puncak rasa frustrasi, Andalah yang harus pergi dari situasi tersebut sampai Anda betul-betul tenang.
 
 
“Nanti bunda bilangin ayah ya…”

Bersembunyi di balik otoritas lain menunjukkan Anda tidak berdaya dan tidak punya cukup kemampuan untuk  mengatasi situasi. “Buat apa denger kata bunda, kalau bunda aja mau lapor ayah?” Ini yang ada dalam pikiran anak.

Dengan menampilkan sosok ayah yang Anda anggap akan lebih didengarkan oleh anak, meletakkan ayah pada posisi  ‘menyelesaikan hal-hal buruk’. Anda dapat mengatakan, “Mandi yuk, supaya nanti ayah pulang kamu sudah wangi. Nanti ayah nggak mau cium kamu kalau bau…” Menyuruh anak untuk mandi memang tidak mudah, kan Bunda?


“Kamu bisa lakukan lebih baik dari itu”

Anda sepenuhnya salah, karena anak tidak tahu apa yang lebih baik. Seperti apa yang lebih baik yang Anda maksud. Belajar adalah proses coba-salah. Apakah anak Anda tahu, teko yang berat berisi penuh akan lebih sulit dituang? Ketika ia tuang ternyata berat dan isinya tumpah. Di sekolah mungkin ia dapat menuang isi teko dengan lebih mudah karena isinya kurang dari setengah.
Lebih baik Anda tunjukkan, “Nggak akan tumpah kalau kamu menuangnya begini….”


“Buruaaaan!”

Kurang tidur, pekerjaan masih banyak, jalanan macet, membuat Anda serba diburu waktu. Jadi, sebetulnya siapa yang harus cepat? Anak dengan iramanya sendiri menjadi salah di mata Anda ketika dia pakai sepatu saja lama. Atau berpikir mau pakai baju yang mana.

Huruhara di pagi hari; menyiapkan diri untuk ke kantor, dan menyiapkan keperluan anak untuk di daycare. Anda meminta anak untuk mengurus diri sendiri; selesaikan pakai baju dan pakai sepatu sendiri. Usianya 3 tahun, Anda berharap ia dapat menyiapkan diri dengan kecepatan seperti yang Anda harapkan. Anda meledak ketika anak bertanya, “Kaos kakiku mana Bun?”

Anda lupa, bahwa anak dengan segala keterbatasannya, tidak akan mampu  menyamai derap langkah Anda. Anak tidak punya kemampuan untuk antisipasi jalan macet, bunda terlambat ke kantor, dan sebagainya. Alih-alih berteriak menyuruh anak terburu-buru bersama Anda, katakan, “Coba ingat-ingat, tadi malam kamu sudah siapkan sendiri, kan? Taruh di mana?”
 
“Hebat! Anak pinter!”

Apa yang salah dengan kalimat itu? Bukankah itu kalimat positif? Mengubah perilaku buruk akan lebih mudah menggunakan pujian ketika anak berperilaku baik. Betul, tapi pujian yang diberikan dengan begitu gampang untuk tugas-tugas kecil, akan membuat pujian tidak bermakna. Anak yang begitu mudah mendapat pujian akan melakukan hal-hal sepele, tanpa usaha maksimal. Pikirnya, “Ah, segini aja sudah hebat kok.”


- Berikan pujian hanya untuk kerja kerasnya. Misalnya, ia berusaha membantu Anda menyiram tanaman yang sudah Anda tugaskan – tanpa diingatkan lagi.

- Berikan pujian lebih spesifik. “Pinter ya kamu,  nggak rewel.”

- Berikan pujian sesuai perilaku yang Anda harapkan, “Pinter kamu, main puzzle sendiri, sementara Bunda menyelesaikan pekerjaan kantor.
 Imma Rachmani
 

 



Artikel Rekomendasi