IDAI Luncurkan LITTLe Ku dan I-POINTS untuk Naikkan Cakupan Imunisasi Anak di Indonesia

 

vaksinasi bayi terlambat
Foto: Freepik

Pandemi  membuat banyak anak Indonesia terlambat diimunisasi atau tidak mendapatkan imunisasi lengkap. Ada beberapa faktor penyebabnya, yakni di awal-awal pandemi memang layanan kesehatan ditutup sementara untuk memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Selain itu, orang tua memang enggan membawa anak-anaknya ke tempat umum, termasuk klinik atau rumah sakit, khawatir anak tertular COVID-19. Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) juga memberikan dampak orang tua enggan membawa anak untuk vaksinasi, walaupun layanan kesehatan, klinik, dan rumah sakit sudah menerapkan protokol kesehatan ketat dan memberlakukan pemisahan area.
 
Lengkapi dan Kejar Imunisasi
Berkaitan dengan hal tersebut di atas, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) meluncurkan program LITTLe Ku (Lengkapi Imunisasi Terlambat/Tidak lengkap Anakku) dan I-POINTS atau IDAI Pediatric Online Immunization Reporting System, yang merupakan sistem pelaporan online mengenai imunisasi bagi para dokter anak dan dokter umum di seluruh Indonesia. Kedua program ini bertujuan untuk mendorong cakupan imunisasi rutin anak yang menurun terutama selama masa pandemi ini. 
 
“Sepanjang bulan Oktober hingga November tahun ini sudah ada data peningkatan kasus Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) seperti difteri, campak, dan rubella di masing-masing provinsi di Indonesia. Melalui program LITTLe Ku ini, kami mengimbau para tenaga kesehatan yang menangani imunisasi di wilayahnya masing-masing dapat mengedukasi masyarakat untuk melakukan Imunisasi Kejar untuk mencegah Kejadian Luar Biasa (KLB) yang berpotensi menjadi wabah di daerahnya akibat menurunnya cakupan imunisasi,” kata dr. Piprim Basarah Yanuarso, Sp.A(K) – Ketua Umum Ikatan Dokter Anak Indonesia.
 
Lebih lanjut dr. Piprim mengungkap bahwa apabila cakupan imunisasi dasar menurun di bawah 60 persen saja sudah berpotensi membuat penyakit-penyakit menular itu akan kembali. Di sisi lain, ungkap dr. Piprim, masih banyak tenaga kesehatan, yang justru khawatir untuk melakukan imunisasi kejar, yang diberikan kepada anak-anak yang terlambat atau belum mendapatkan imunisasi (baru sadar setelah jadwal terlewat).
 
“Banyak kejadian, anak-anak yang terlambat imunisasi datang ke puskesmas justru ditolak. Inilah mengapa program LITTle-ku ini perlu kita gulirkan. Anak-anak sudah mulai masuk PTM, imunisasi sangat penting dilakukan tidak hanya untuk imunisasi COVID-19, tapi juga imunisasi dasar dan lanjutan, agar anak tetap terjaga imunitasnya. Kami berharap dukungan semua pihak agar program ini berjalan dengan sesegera mungkin dan dengan baik supaya tidak terjadi peningkatan kasus penyakit menular pada anak-anak,” kata dr. Piprim.
 
Baca juga: Konsekuensi Antivaksinasi di Beberapa Negara
 
Dalam kesempatan ini, IDAI juga akan mengeluarkan panduan Imunisasi Kejar agar semua pihak bisa paham bagaimana mengejar imunisasi yang tertinggal. Selain itu, IDAI juga akan memiliki hotline IDAI khusus untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan dari tenaga kesehatan (Bidan, Perawat, Dokter Umum, Dokter Spesialis Anak) mengenai imunisasi dasar, Kejar, dan COVID-19.
 
Dikatakan oleh Executive Director International Pediatric Association (IPA), Prof. Dr. dr. Aman Bhakti Pulungan, Sp.A, (K), FAAP, FRCPI (Hon.), “Dari kacamata regional, saya bangga sekali dengan program LITTLe Ku dan I-POINT yang dilakukan oleh IDAI ini. Hal ini sejalan dengan agenda implementing immunization 2030 dari WHO. Kami mau imunisasi rutin ini didahulukan untuk semua anak di dunia, baru nanti mereka divaksinasi COVID. Kita harus menghindari wabah-wabah penyakit yang bisa dicegah dengan imunisasi, terutama karena sekolah di sejumlah negara sudah mulai melakukan Pertemuan Tatap Muka.”
 
Ancaman Wabah di Tengah Pandemi
Dr. dr. Anggraini Alam, SpA(K), Konsultan Infeksi dan Penyakit Tropis, Ketua UKK Infeksi & Penyakit Tropis IDAI, mengungkapkan bahwa saat ini pemerintah sudah menyiapkan 13 vaksin untuk anak, ditambah vaksin COVID-19. Jadi ada 14 vaksin. Dokter yang berpraktik di RS Hasan Sadikin, Bandung, ini mengatakan bahwa IDAI mengimbau orang tua untuk melengkapi imunisasi rutin anak, tidak hanya vaksin COVID-19. “Karena, bila terjadi penurunan cakupan imunisasi, maka pandemi menjadi lebih berbahaya. Bayangkan ada 13 penyakit yang bisa menjadi wabah di masa COVID-19 ini,” kata dr. Anggraini.
 
Beberapa penyakit itu adalah campak, difteri, polio, hepatitis B, dan lain-lain. Diungkap dr. Anggraini, pada bulan November 2021, sudah ada laporan munculnya 23 kasus difteri, demikian pula campak dan  rubella. “Ternyata lebih dari 80% imunisasinya tidak lengkap atau tdk jelas,” kata dr. Anggraini.
 
Bila mengenai janin, rubella atau campak Jerman, bisa menimbulkan kecacatan, dan sudah terjadi kejadian luar biasa (KLB) di beberapa daerah di Indonesia. Bahkan, cacar air jangan dianggap enteng, karena bisa menginfeksi otak.
 
Baca juga: Cegah Tertular Virus Pneumokokus pada Anak dengan Vaksinasi
 
Ia mengingatkan juga tingginya kasus tuberkulosis, ancaman bakteri streptococcus pneumoniae yang bisa menyebabkan infeksi tidak hanya di paru, tapi juga di darah, otak, hingga bisa berakibat fatal, juga rotavirus yang mirip kolera menyebabkan anak-anak dehidrasi berat hingga mengganggu susunan saraf pusat, ginjal, dan menimbulkan kematian. Sementara, pertusis atau batuk rejan bila mengenai bayi bisa sangat berbahaya, menyebabkan kematian karena henti napas.
 
“Semua penyakit itu bisa kita cegah dengan imunisasi,” tegas dr. Anggraini.
 
Baca juga:
Pemberian Vaksinasi HiB dan IPD
Perbedaan Warna pada Jadwal Imunisasi, Apa Maksudnya?
Imunisasi yang Disertai Demam Lebih Baik Ketimbang yang Tidak, Benarkah?

grc

 

 


Topic

#bayi #balita #vaksinasi



Artikel Rekomendasi