Remaja Menikah Rentan Gagal

 

foto: shutterstock


Pahami tugas perkembangan anak, agar Anda tepat mengasuhnya.
 
Kasus perceraian Alvin (putra seorang ustad) dengan Larissa Chou  yang viral di media sosial adalah gambaran sebuah perkawinan yang jauh dari ideal. Pasangan ini menikah di usia 17 dan 19 tahun. Menurut  UNICEF, perkawinan mereka tergolong perkawinan anak karena perkawinan dilakukan oleh salah satu pasangan berusia di bawah usia 18 tahun.
 
Data menyedihkan dari UNICEF menyebut, Asia Tenggara adalah gudangnya perkawinan anak-anak dengan angka tertinggi di seluruh dunia! Hampir separo (45%) dari perempuan berusia 20 – 24 tahun menikah di usia 18 tahun. Hampir seperlimanya menikah sebelum usia 14 tahun. Miris!
 
Robert James Havighurst, seorang ahli perkembangan, ahli pengobatan dari Universitas Chicago (1900 – 1991) mengembangkan sebuah teori, yaitu teori Tugas Perkembanban. Ini penjelasannya.
 
Tugas perkembangan
Teori tentang tugas perkembangan yang digagas oleh Robert Havighurst menyebut bahwa perkembangan manusia terus berlangsung sepanjang hidupnya yang terjadi secara bertahap. Seseorang akan bergerak dari satu tahap ke tahap selanjutnya.  
 
Ketika seseorang berhasil memenuhi tugas perkembangannya di sebuah tahap, ia akan merasa bahagia dan bangga. Mereka juga mendapat pengakuan dari orang lain. Sebaliknya, seseorang yang tidak berhasil melengkapi tugas perkembangannya, akan merasa tidak bahagia dan merasa tidak dihargai oleh orang.
 
Menurut Havighurst, tugas perkembangan seseorang di setiap tahap dipengaruhi oleh kematangan biologisnya, nilai-nilai dan tujuan hidupnya, serta latar belakang budayanya.
 
Tapi ada bagian dari perkembangan yang tidak dipengaruhi oleh budaya dan nila-nila hidup. Yaitu tugas perkembangan anak, ketika dia belajar berjalan. Setiap anak di semua budaya pasti akan belajar berjalan.
 
Pengaruh psikologis dijelaskan oleh Havighurst sebagai kematangan kepribadian dan kejiwaan yang terkait dengan nilai-nilai dan tujuan hidupnya. Nilai-nilai dan tujuan hidup merupakan sumber tugas perkembangan lainnya, misalnya mengembangkan konsep diri, membangun relasi dengan teman sebaya tanpa memandang jenis kelamin. Contoh lain adalah persiapan pensiun dan persiapan kehilangan pasangan hidup.
 
Pengaruh sosial juga mewarnai tugas perkembangan seseorang. Tugas perkembangan bisa muncul dari budaya dan standar yang diberikan oleh lingkungan sekitar. Misalnya, tugas perkembangan remaja usia 17 tahun adalah membangun skill yang akan digunakan untuk bekerja. Pada masyarakat petani, anak umur 17 tahun akan dilatih untuk bertani.
 
Pada setiap budaya, menerjemahkan tugas perkembangan ‘mencapai peran gender’ sangat beragam bentuknya. Dalam masyarakat modern mungkin akan membaur dengan tugas perkembangan ‘membangun karier’ dan mengambil peran sebagai warga negara yang baik. Sementara pada masyarakat tradisional menerjemahkannya sebagai membangun skill untuk tugas-tugas domestik sebagai ibu rumah tangga untuk anak perempuan.
 
Fokus orang tua dalam mengasuh anak
Memahami tugas perkembangan anak sangat penting bagi orang tua agar dapat fokus pada kebutuhan anak. Berikut ini tugas perkembangan menurut Havighurst:
 
Usia 0 – 5 tahun: Bayi sampai masa kanak-kanak awal memiliki tugas perkembangan:

- Belajar berjalan
- Belajar menggunakan kloset
- Belajar bicara
- Belajar membangun relasi dengan orang lain

 
Usia 6 – 12 tahun: Masa kanak-kanak pertengahan memiliki tugas perkembangan:

- Belajar skill yang diperlukan untuk menjalani persekolahan
- Membangun kesadaran dan nilai-nilai
- Belajar mandiri

 
Usia 13 – 17 tahun: Masa remaja memiliki tugas perkembangan:

- Membangun kemandirian emosi
- Belajar keterampilan yang akan dibutuhkan untuk bekerja
- Mencapai peran-peran jenis kelaminnya
- Membangun relasi yang matang dengan teman sebaya

 
Menikah bukan tugas perkembangan remaja. Havighurst menyatakan bahwa seseorang yang melompati tugas perkembangannya, di suatu tahap akan kembali pada tahap yang dia lompati. Misalnya, ketika seorang remaja menikah di usia yang seharusnya dia membangun identitas dirinya, dia tidak akan menemukan identitas dirinya di usianya sekarang. Di usia yang seharusnya fokus pada membangun karier misalnya, dia akan sibuk membangun identitas diri. Inilah sebabnya usia remaja bukan usia untuk menikah. Apalagi punya anak.  (IR)

 



Artikel Rekomendasi