Berawal Cinta Berakhir Derita, Ini Alasan Nikah Muda Lebih Rentan Bercerai

 


Beberapa tahun ini, tren menikah muda begitu populer dilakukan oleh anak-anak usia remaja dan remaja akhir. Sudah saling cocok dan menghindari zinah, biasanya menjadi alasan umum para pasangan muda ini ingin cepat mengikat janji sehidup-semati. Tren inipun seperti didukung banyak tradisi di Indonesia, yang menganggap usia 25 tahun keatas sebagai usia ‘telat’ menikah. Sehingga, sering kali menikah muda juga dijadikan jalan keluar agar tidak dicap sebagai perawan tua.
 
Seiring dengan maraknya pernikahan pasangan muda, status duda atau janda diusia mudapun juga semakin bertambah. Bagi sebagian orang, status tersebut melambangkan kegagalan atau pencapaian buruk dalam berumah tangga yang amit-amit sampai terjadi, namun kini status tersebut bukanlah hal yang langka, siapapun bisa menyandang status tersebut, termasuk anak muda.
 
Lalu sebenarnya, apa penyebab nikah muda lebih rentan bercerai? Berikut, 5 konflik yang umum menjadi latar belakang retaknya rumah tangga pasangan muda.
 
Masih labil, usia berpengaruh
Labil adalah sebutan yang biasanya diberikan oleh orang yang suka berubah-ubah dalam mengambil keputusan. Meskipun usia memang tidak selalu menentukan kedewasaan psikologis dan emosional seseorang, tapi usia tetap memiliki pengaruh terutama dalam pengalaman mengambil keputusan.
 
Peneliti sosiologi, Nicholas Wolfinger, mengungkapkan bahwa usia terbaik untuk menikah ada di antara 28 dan 32. Pernikahan yang terjadi dibawah atau lebih dari usia tersebut, menyumbang angka perceraian yang cukup signifikan.
 
Dilansir dari situs Psychology Today, data statistik memaparkan bahwa dibandingkan dengan pasangan yang menikah pada usia awal 20an, perceraian 50% lebih rendah dialami oleh pasangan yang menikah diusia 25 tahun ke atas, dengan alasan lebih stabil secara finansial, memiliki tujuan berumah tangga yang lebih jelas, dan telah menghabiskan cukup waktu untuk pacaran dan menggapai impian masing-masing.
 
Money matters
Jangan dianggap remeh! Masalah keuangan bisa menjadi alasan terjadinya perceraian.
Masalah keuangan memang bisa terjadi pada siapapun, terutama di masa krisis seperti sekarang. Oleh karena itu, kerja sama antara suami-istri sangatlah dibutuhkan untuk bangkit dari keterpurukan keuangan keluarga.
 
Disamping itu, bekal mangatur keuangan yang bijak, memiliki pendapatan yang stabil, dan siap membagi penghasilan adalah faktor penting yang wajib dikantongi oleh pasangan muda.
 
Perlombaan menikah
Pernikahan muda sering kali dibumbui oleh kecemburuan sosial. Seperti perlombaan, banyak pasangan muda yang memilih untuk menikah cepat karena faktor lingkungan. Jika melihat sudah banyak teman seumuran yang menikah, seperti tidak mau kalah, tanpa pikir panjang mereka juga memutuskan untuk segera menyusul untuk menikah.
 
Sosial media juga bisa menjadi faktor pendorong pernikahan dini. Banyaknya selebriti muda yang  mengunggah kemesraan di sosial media yang menggambarkan ‘indahnya’ rumah tangga, sering  dijadikan inspirasi para pasangan muda usia untuk cepat-cepat menikah.

 

Belum siap menjadi orang tua
Romantisme menikah muda dan memiliki momongan untuk diasuh bersama adalah impian yang sering dibayangkan oleh banyak orang muda. Namun, bagaimana bila kenyataannya tidak sesuai dengan khayalan? Kebahagiaan menimang bayi juga diiringi dengan bertambahnya tanggung jawab menjalani peran baru sebagai orang tua.
 
Banyak hal baru yang harus diadaptasi dan dipelajari mulai dari, menyusui, mengganti popok, begadang tengah malam, stretchmarks dan banyak lagi. Disetiap pertumbuhan anak, pola pengasuhan tentunya akan berubah, oleh karena itu dibutuhkan pengertian dan komunikasi yang baik antara suami-istri. Tak hanya itu, perlu diingat juga bahwa dalam mengasuh anak, kedua orang tua harus bahagia dalam menjalaninya, karena akan timbul masalah baru bila pasangan menjalani fase menjadi orang tua dalam keadaan mental yang tidak stabil.


Sibuk, lupa untuk mesra
Menjalani peran sebagai suami dan istri tidaklah mudah, banyak tanggung jawab baru yang harus dipikul bersama. Terlalu sibuk hingga kesulitan dalam mengatur waktu untuk bekerja dan bermesraan, biasanya menjadi salah satu alasan pasangan muda lebih memilih untuk bercerai. Selain itu, ambisi untuk mewujudkan mimpi dan masih ingin bebas bermain juga menjadi faktor pendukung lunturnya cinta dan kemesraan dalam rumah tangga.
 
Namun terlalu mengekang pasangan juga bisa membuat hubungan suami-istri menjadi hambar. Dibutuhkan kedewasaan emosi yang stabil bagi pasangan muda usia, untuk lebih menghargai waktu bersama pasangan agar kemesraan dalam rumah tangga tetaplah terjaga.

Baca juga:
6 tanda pernikahan sudah menjadi toxic relationship

Solusi masalah keuangan di masa pandemi: hindari utang, mulai berdagang
5 konflik pernikahan yang sering terjadi setelah punya bayi


Debbyani Nurinda

 



Artikel Rekomendasi

post4

Adaptasi, Cegah Konflik Suami Istri

Untuk memiliki hubungan yang kuat dan bertahan lama, Anda dan pasangan mesti mampu beradaptasi pada berbagai perubahan. Apa saja yang mungkin berubah dan bagaimana menyikapinya?... read more